JAKARTA - Tarakan merupakan kota sekaligus pulau terbesar di Kalimantan Utara, Indonesia. Wilayah tersebut mempunyai sejarah yang kaya, khususnya dalam konteks kilang minyak pada masa pemerintahan Belanda.
Dalam survei statistik Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, penduduk Kota Tarakan tercatat mencapai 243.769 jiwa. Ketika Belanda berkuasa, Tarakan menjadi pusat produksi minyak yang signifikan.
Kepentingan strategis Tarakan selama perang Asia-Pasifik membuatnya menjadi sasaran utama bagi Jepang. Pulau ini dikenal menghasilkan lebih dari lima juta barel minyak per tahun dengan basis parafin, menjadikannya salah satu pusat pemrosesan minyak terbesar di Hindia Timur pada tahun 1940.
Pada Perang Dunia II, Jepang, menghadapi ketidakpastian pasokan minyak, memutuskan untuk merebut sumber minyak bumi di Hindia Timur, termasuk Tarakan. Pada 11 Januari 1942, pasukan Jepang mendarat di Tarakan, menyabotase kilang minyak, dan merebut ladang minyak di berbagai wilayah sekitarnya.
Meskipun Jepang berhasil menguasai sumber daya tersebut, Tarakan menderita akibat penduduk yang kurang gizi dan pekerjaan paksa terhadap 300 wanita. Keterbatasan kapal tanker Jepang menyebabkan evakuasi dari Tarakan pada bulan Juli 1944.
Pada Perang Dunia II tahun 1945 sebelum pertempuran Tarakan, menukil Wikipedia, Jepang menyatakan, cadangan minyak mentah di California akan habis dalam waktu kurang dari dua tahun pada tingkat konsumsi. Saat itu, Amerika Serikat dan Inggris menghentikan ekspor minyak ke Jepang pada Juli 1941.
Hubungan Jepang dengan Amerika Serikat dan Inggris mulai memanas. Namun, Jepang memiliki alternatif lain yaitu merebut sumber minyak bumi di Hindia Timur tepatnya di Tarakan.
Pasukan Jepang akhirnya mendarat di Tarakan pada 11 Januari 1942 dan menyabotase seluruh kilang minyak. Jepang merebut ladang minyak di kota Miri, Malaysia dan merebut ladang minyak di Balikpapan, Indonesia pada Januari. Kemudian, Sumatera pada Februari dan Pulau Jawa pada Maret.
Jepang menjadikan Tarakan sebagai landasan udara pertama yang strategis untuk meluncurkan serangan. Namun, Jepang tidak cukup memiliki kapal tanker untuk mengangkut banyaknya minyak di Tarakan.
Akhirnya revolusi Indonesia terjadi pada akhir 1940-an. Kapal tanker Jepang meninggalkan Tarakan pada Juli 1944 setelah bom serangan sekutu yang merusak fasilitas di ladang minyak.
Pertempuran Tarakan kedua pada Juni 1945, yang melibatkan Brigade ke-26 veteran Australia, menandai akhir kekuasaan Jepang dan menjadi bagian dari perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia.
Revolusi Indonesia pada akhir 1940-an membawa perubahan signifikan di Tarakan dan membebaskannya dari penjajahan.
(Arief Setyadi )