Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Koaksi Indonesia Ajak Masyarakat Sadari Bahaya Krisis Iklim

Nadiyah Aulia , Jurnalis-Senin, 01 April 2024 |22:52 WIB
Koaksi Indonesia Ajak Masyarakat Sadari Bahaya Krisis Iklim
Koaksi Indonesia Ajak Masyarakat Sadari Bahaya Krisis Iklim/ist
A
A
A

 

JAKARTA- Koaksi Indonesia bersama Humanis dan sejumlah Koalisi menggelar diskusi forum masyarakat sipil menyambut peluncuran film “Climate Witness” bertajuk Ekspresi Aksi Iklim Bersama Masyarakat Urban di Jakarta.

Direktur Program Koaksi Indonesia, Verena Puspawardani mengatakan, pihaknya sudah dua kali memproduksi film “Climate Witness”,. Keduanya mengisahkan aksi iklim lokal di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Tahun lalu, film ini diputar di 40 titik seluruh Indonesia, “Climate Witness” berbasis aksi iklim lokal, yang akhirnya menjadi pemantik untuk kampanye bersama,” ujar Verena, Senin (1/4/2024).

Dikatakannya, proses pembuatan film ini juga didukung oleh Koalisi Sipil, Koalisi Adaptasi, Koalisi Kopi, serta Koalisi Pangan Baik.

Koordinator Program VCA Koalisi Sipil, Koaksi Indonesia, Ridwan Arif, menambahkan, Program VCA (Voices for just Climate Action) terdapat di 7 negara, yaitu Bolivia, Paraguai, Brazil, Tunisia, Kenya, Zambia, serta Indonesia, dan Koaksi Indonesia tergabung dalam aliansi ini dengan diketuai oleh Yayasan Humanis.

“VCA memiliki beberapa program berupa pengembangan kapasitas, membangun narasi bersama, dan memperkuat masyarakat sipil untuk memengaruhi kebijakan,” ujarnya.

“Salah satu aktivitas yang dilakukan Koaksi Indonesia, yaitu pembuatan film, mendokumentasikan dan memublikasikan praktik baik. Memberi gambaran bahwa masyarakat lokal melakukan aksi-aksi iklim,“ sambung Ridwan.

Ridwan menyampaikan film “Climate Witness” akan disebarluaskan tidak hanya di NTT, tetapi di wilayah-wilayah lain di Indonesia.

“Harapannya kisah-kisah ini dapat membangkitkan semangat nasional dari tingkat tapak. Film ini jadi pemantik semangat wilayah lain di Indonesia, kita kemas untuk bahan advokasi kebijakan terkait iklim di tingkat lokal dan nasional,” ujar Ridwan.

Ridwan mengatakan masyarakat mempunyai peran besar terkait permasalahan iklim dan lingkungan, sebab setiap orang memiliki ekosistemnya sendiri yang harus dirawat. “Urban dan rural berbeda, dampaknya pun berbeda-beda,” pungkasnya.

Ketua Bank Sampah Gunung Emas, Vera Nofita, menambahkan, melengkapi semangat aksi iklim di NTT, pihaknya mengisahkan perjalanan Bank Sampah Gunung Emas, peraih penghargaan bank sampah terbaik nasional 2023 dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar.

“Bank Sampah Gunung Emas sejak 2014 melakukan aksi iklim dengan mengedukasi masyarakat khususnya ibu rumah tangga untuk peduli lingkungan dengan memilah sampah,” ucapnya.

Menurut Vera, pendekatan yang dilakukan mulai dari memberdayakan ibu rumah tangga di lingkup RT, RW, sekolah, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat.

“Awalnya, saya mengajak para perempuan, ibu rumah tangga, tidak bekerja, namun tetap bisa produktif dengan menghasilkan uang dari sampah. Sebagian besar golongan berpenghasilan Rp50 ribu per minggu, saya dorong mereka untuk bisa menabung, menabung sampah,” ujar Vera.

Vera memaparkan tujuan aksinya adalah membuka pola pikir khususnya para perempuan, untuk mengatur hidup dan mengelola sampah.

“Penghasilan mitra bank sampah ada yang mencapai Rp2 juta per bulan, mengenai aturan, pemerintah sudah hadir melalui beberapa kebijakan, peraturan tersebut bahkan spesifik mengatur pengelolaan dan pemilahan sampah rumah tangga,” kata Vera.

Selanjutnya, Vera menyampaikan kemitraan Bank Sampah Gunung Emas dengan WWF melalui program Plastic Smart Cities.

“WWF punya program Plastic Smart Cities untuk pengolahan sampah plastik dari hulu ke hilir, masyarakat tidak bisa lepas dari plastik, bagaimana sampah plastik diolah, itulah pendampingan yang diberikan WWF, hingga sampah plastik menjadi produk layak jual,” tutup Vera.

Narasumber lainnya, yaitu Sustainability Manager Teens Go Green Indonesia, Syifa Fauziyyah, menyampaikan, organisasi anak muda yang berdiri pada 2007 ini awalnya diinisiasi oleh beberapa pihak, NGO dan pemerintah, bersama anak-anak SMA.

“Anak-anak muda ini awalnya diajak untuk mengenal alam, baru masuk ke masalah-masalah terkait lingkungan, kita belajar untuk mencari solusi baru melakukan aksi langsung,” kata Syifa.

Kemudian, Syifa mengatakan untuk Jakarta saja, tiap wilayah punya permasalahan masing-masing, dia memberi contoh Jakarta Utara berpotensi mengalami banjir rob, di Jakarta Timur masalahnya berbeda lagi.

“Meski begitu masalah utama adalah sampah, masalah pilah sampah sangat krusial dan berdampak pada terjadinya banjir,“ ujar Syifa.

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement