Karena strategisnya lokasi ini, Rakai Kayuwangi mengalami kesulitan untuk menggempurnya, sehingga Rakai Walaing sempat mendirikan berbagai bangunan untuk lingga bagi Siwa dalam berbagai aspeknya, sebagai upaya magis untuk memperoleh kemenangan. Ia juga membuat silsilah untuk menunjukkan bahwa ia berhak atas tahta kerajaan Matarām.
Di bukit Ratu Baka itu memang pernah ditemukan oleh Crawfurd sebuah arca batu yang digambarkannya sebagai sebuah arca Siwa Mahadewa menghancurkan Tripurantaka, tetapi keadaannya sudah rusak, dan J.W. Ijzerman juga melihat sebuah arca dewa- dewi sedang berpelukan, yang mengingatkan kita kepada alingganamürti seperti yang disebutkan dalam prasasti Tryamwakalingga.
Akhirnya Rakai Kayuwangi berhasil juga menggempur benteng pertahanan di bukit Ratu Baka itu. Prasasti yang memuat silsilah Rakai Walaing pu Kumbhayoni itu sengaja dirusak, dengan menghilangkan nama-nama ayah, kakek, dan buyutnya.
Keberhasilan Rakai Kayuwangi memukul mundur Rakai Walaing, yang membuatnya dinobatkan sebagai raja. Rakai Kayuwangi jadi raja menggantikan ayahnya, Rakai Pikatan. Pemilihan Rakai Kayuwangi sebagai raja, bukan kakaknya, putri mahkota Rakai Gurunwangi dyah Saladů, ini juga menimbulkan dinamika lebih lanjut.
(Fakhrizal Fakhri )