Menariknya untuk mengelabui Belanda dan pemeriksaan tentara sekutu lainnya di sepanjang jalan, mereka menempatkan surat rahasia ini di bagian paling sensitif perempuan yakni pantat. Maka saat itu ada sebutan surat pantat yang dikirimkan secara rahasia.
Para perempuan ini bergerak secara estafet dari markas di bagian selatan Peniwen, yang kini masuk Kromengan, Malang selatan ke tempat lain.Mereka terus bergerak satu tempat berganti tempat lain, hingga menuju tujuan surat itu ke markas paling utara pejuang di wilayah Lawang.
“Mengapa ditaruh pantat perempuan, waktu itu ada istilahnya surat pantat, karena untuk menghindari pemeriksaan tentara Belanda. Belanda memeriksa kan nggak sampai mungkin ke kayak ibu-ibu di pantat. Makanya istilahnya surat pantat. Sifatnya sangat-sangat rahasia dan disimpan dalam organ sensitifnya perempuan,” jelas pengelola Museum Reenactor Malang ini.
Selama para perempuan itu membawa ‘surat pantat’ pun aksinya mulus, beberapa kali pemeriksaan oleh Belanda mampu dilintasi. Namun membawa misi rahasia itu bukanlah hal mudah, mereka harus memiliki mental yang kuat dan berani ketika menghadapi tentara Belanda, yang mayoritas didominasi laki – laki.
“Belanda memeriksa itu (barang bawaan semua) kan ada etika juga. Mereka punya aturan tentara Eropa, nggak bisa asal memeriksa. Ada tentara perempuannya, tapi kadangkala ada yang mengikuti memeriksa tapi juga nggak diperiksa, selama ini aman – aman saja,” terangnya.