Sebagai bentuk tindak lanjut dari diskusi panel ini, para akademisi FH UI mengajukan beberapa rekomendasi penting untuk memperkuat peran jaksa dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Revisi KUHAP diperlukan agar lebih selaras dengan KUHP Nasional, terutama dalam memastikan bahwa peran jaksa sebagai pengendali perkara diakui secara tegas. Regulasi yang lebih ketat mengenai mekanisme koordinasi antara penyidik dan jaksa juga harus diperkuat, sehingga supervisi sejak tahap awal penyidikan dapat berjalan lebih efektif.
Model Hakim Pengawas Penyidikan sebagaimana diterapkan di Perancis dan Belanda dinilai perlu dipertimbangkan untuk diadopsi dalam sistem hukum acara Indonesia. Hakim, dalam peran ini, dapat memastikan bahwa penyidikan berjalan secara transparan dan akuntabel serta mencegah penyimpangan yang dapat merugikan tersangka. Selain itu, pengembangan Deferred Prosecution Agreement (DPA) juga dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan kasus-kasus tertentu tanpa harus melalui jalur persidangan, terutama bagi kasus tindak pidana ekonomi dan korporasi.
Diskusi panel ini menegaskan bahwa peran jaksa sebagai dominus litis dalam sistem peradilan pidana Indonesia harus semakin diperkuat guna meningkatkan efektivitas penegakan hukum. Akademisi FH UI menyoroti perlunya reformasi hukum acara pidana agar lebih selaras dengan KUHP Nasional serta memberikan model supervisi yang lebih jelas terhadap penyidikan.
Dengan belajar dari sistem hukum negara lain seperti Perancis, Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat, Indonesia dapat membangun sistem hukum acara yang lebih efektif dan memastikan bahwa proses peradilan berjalan dengan lebih transparan, akuntabel, dan adil bagi seluruh masyarakat.
(Awaludin)