WILAYAH Kerajaan Majapahit konon pernah terbelah dua, dengan dua pusat pemerintahan. Di sisi timur pusat pemerintahan terletak di Lumajang atau Lamajang sebutannya saat itu. Pembagian kedua wilayah itu sebagai janji politik dari Raden Wijaya, ketika berhasil menaklukkan Pasukan Tartar dibantu Arya Wiraraja.
Saat masih terbagi wilayahnya, Majapahit hanya memiliki daerah kekuasaan mulai dari Kediri, Singasari, Janggala yang kini masuk Surabaya dan Sidoarjo, hingga Pulau Madura, sisanya ke timur jadi kekuasaan Arya Wiraraja dari Majapahit timur.
Namun, seiring berjalannya waktu, ditambah pemberontakan Ranggalawe anak dari Arya Wiraraja, wilayah Majapahit kembali disatukan lagi. Hal ini ditambah dengan penumpasan Pemberontakan Nambi pada 1316, yang membuat daerah Lumajang bergabung lagi dengan Majapahit seperti tercatat pada piagam Lamongan.
Sejak tahun 1331, wilayah Majapahit diperluas berkat penundukan Sadeng, di tepi Sungai Badadung dan Keta di pantai utara, dekat Panarukan, seperti diberitakan dalam Nagarakretagama pupuh 48/2, 49/3, dan dalam Kakawin Pararaton. Pada waktu itu, wilayah kerajaan meliputi seluruh Jawa Timur dan Pulau Madura.
Sejarawan Slamet Muljana pada bukunya "Tafsir Sejarah Nagarakretagama" menuturkan, wilayah Majapahit baru meluas setelah menguasai seluruh wilayah Jawa Timur. Misi Sumpah Palapa di bawah komando Gajah Mada kala itu juga berhasil menjangkau pulau-pulau di luar Pulau Jawa, yang disebut Nusantara.
Menurut Pararaton, politik perluasan wilayah ke Nusantara bertalian dengan program politik Gajah Mada yang diangkat sebagai patih amangkubumi pada tahun 1334. Untuk menjayakan program politik itu, pembesar-pembesar Majapahit yang tidak menyetujui, disingkirkan oleh Gajah Mada.
Namun, pelaksanaannya baru berjalan mulai tahun 1343 dengan penundukan Bali, pulau yang paling dekat dengan Jawa. Antara tahun 1343 dan 1347, Adityawarman meninggalkan Jawa untuk mendirikan kerajaan Malayapura di Minangkabau, Sumatra, seperti diberitakan dalam Piagam Sansekerta pada arca Amoghapasa, 1347. Pada piagam itu, Adityawarman bergelar Tuhan Patih.
Berita China dari dinasti Ming menyatakan bahwa pada tahun 1377 Suwarnabhumi atau istilah Pulau Sumatera diserbu tentara Jawa. Putera mahkota Suwarnabhumi tidak berani naik tahta tanpa bantuan dan persetujuan kaisar China, karena takut kepada raja Jawa.
Kaisar China lalu mengirim utusan ke Suwarnabhumi untuk mengantarkan surat pengangkatan, namun di tengah jalan dicegat oleh tentara Jawa dan dibunuh. Meskipun demikian, kaisar tidak mengambil tindakan balasan tidak dapat dibenarkan. Sebab utama serbuan tentara Jawa pada tahun 1377 ialah pengiriman utusan ke China di luar pengetahuan raja Jawa oleh raja Suwarnabhumi pada tahun 1373.
(Arief Setyadi )