Ia mengatakan, dasar hukum IUP bisa dicabut jika ditemukan pelanggaran izin lingkungan (UU No 32 Tahun 2009), yakni tidak adanya persetujuan masyarakat adat karena bertentangan dengan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012.
"Potensi pelanggaran izin kawasan konservasi laut dan hutan lindung. Pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM punya alasan mencabut IUP jika terdapat pelanggaran Amdal atau dampak serius terhadap lingkungan," katanya.
Kontribusi ekonomi dari tambang di Pulau Gag, menurutnya, juga bersifat jangka pendek, terbatas, dan padat modal, bukan padat karya. Justru, ekowisata Raja Ampat menyumbang triliunan rupiah per tahun dan membuka ribuan lapangan kerja langsung bagi masyarakat lokal.
Ia juga menyotori jika Indonesia sedang mengkampanyekan diri sebagai pemimpin iklim dan konservasi kawasan laut di dunia. Ia menilai, jika tambang terus dilanjutkan, akan ada tekanan internasional, seperti dari WWF, PBB, hingga negara donor seperti Norwegia dan Jerman.
"Keputusan untuk memberhentikan tambang di Raja Ampat menunjukkan keberpihakan negara, kepada hak masyarakat adat sebagai pemilik tanah ulayat," pungkasnya.
(Arief Setyadi )