Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sidang Hasto Kristiyanto, Ahli: Komunikasi dalam Kasus Korupsi Penuh Teka-teki

Nur Khabibi , Jurnalis-Kamis, 12 Juni 2025 |13:12 WIB
Sidang Hasto Kristiyanto, Ahli: Komunikasi dalam Kasus Korupsi Penuh Teka-teki
Sidang Hasto Kristiyanto (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Frans Asisi Datang mengungkapkan, komunikasi dalam perkara korupsi penuh dengan teka-teki yang tidak lugas layaknya komunikasi pada umumnya. 

Hal itu ia sampaikan saat dirinya dihadirkan sebagai ahli dalam sidang kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dengan terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025). 

Hal itu bermula saat jaksa pada KPK meminta Frans menjelaskan, terkait penyusunan kata dalam percakapan teks WhatsApp (WA). 

"Dalam menyusun kata-kata, kalimat dalam komunikasi WA, apakah juga tadi basic, kalau tadi Ahli juga sampaikan ada latar belakang, keilmuan, kemudian wawasan pengetahuan, level jabatan, status sosial, apakah itu juga menjadi bagian dalam isi kata-kata penentuan, kata-kata penyusunan kalimat dalam teks WA misalnya?," tanya jaksa. 

"Yang saya alami dalam kasus-kasus korupsi adalah, atau pengalaman saya, teks-teks itu penuh teka-teki, tidak transparan, tidak lugas seperti percakapan biasa," jawab Frans. 

"Dan untuk hal seperti ini, sebagai ahli, saya punya pengalaman bahwa teks-teks yang berkaitan dengan politik, sosial, korupsi, dan lain-lain, itu harus diteliti lebih jauh, tidak sederhana," sambungnya. 

 

Jaksa kemudian mencoba menegaskan, apakah level jabatan mempunyai pengaruh dalam komunikasi. 

"Pilihan kata-kata dalam komunikasi WA ini, pengetahuan apakah semakin tinggi level pengetahuan jabatan, semakin simple isi chatnya, atau bagaimana dengan pola yang pada umumnya? Tolong ahli sampaikan," kata jaksa. 

"Kalau pengalaman saya, semakin tinggi jabatan, semakin berusaha untuk menyampaikan sesuatu secara rumit, jadi harus dianalisis," ujar Frans. 

Frans mencontohkan dalam bahas politik. Menurutnya, kata aman tidak hanya diartikan secara harfiah, tapi tergantung konteksnya. 

"Misalnya bahasa politik, ketika seorang menteri berbicara misalnya akan diamankan, itu bukan berarti harfiah, seperti kata aman, bisa berarti akan diteruskan atau akan dihentikan," ucap Frans. 

"Jadi bahasa politik itu penuh dengan makna-makna yang konotatif dalam istilah ilmunya. Jadi harus dipahami secara politik juga. Setiap penggunaan bahasa itu harus dipahami konteksnya," sambungnya.

 

Perihal konteks, jaksa kemudian mendalami adanya terkait psikologi dua belah pihak yang melakukan komunikasi. 

"Pendapat ahli, untuk konteks komunikasi dengan tadi basic keilmuan, jabatan dan sebagainya, apakah kedua belah pihak ini komunikasi pasti tahu konteks apa yang dikomunikasikan dalam percakapan itu? Tolong dijelaskan," kata jaksa. 

"Betul sekali. Jadi dalam konteks antara dua pembicara atau lebih di dalam sebuah WA misalnya percakapan WA atau percakapan langsung pun, orang bisa menggunakan kata-kata yang sudah dipahami oleh keduanya atau orang satu kelompok itu," ujar Frans. 

"Jadi konteksnya itu mereka pasti sudah paham. Tidak mungkin tiba-tiba membicarakan sesuatu jadi tanpa konteks, kalau seperti itu pasti dari satu pihak mengatakan, ini dalam hal apa, ini kaitannya apa, ini maksudnya apa," tambahnya. 

Diketahui, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan Perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret buronan Harun Masiku. 

 

Hal itu dilakukan dengan memerintahkan Harun selaku caleg PDIP pada Pemilu 2019 dan Kusnadi sebagai orang kepercayaannya untuk merendam hp.

"Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," kata JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

Hasto kemudian meminta Kusnadi merendam ponselnya ketika ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun pada 10 Juni 2024. Hasto yang menerima surat pemanggilan seminggu sebelum hari H, kemudian memerintahkan Kusnadi untuk merendam ponselnya. 

"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 06 Juni 2024 Terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah Terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya," ujarnya. 

 

Atas perbuatannya itu, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa turut menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan dalam mata uang SGD. 

"Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Wahyu Setiawan," kata Jaksa di ruang sidang. 

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement