JAKARTA - Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya menanggapi wacana pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM), yang disuarakan sejumlah aktivis.
Willy menyatakan, pihaknya terbuka terhadap dialog dengan berbagai elemen masyarakat terkait usulan tersebut.
“Komisi XIII sangat terbuka bagi siapa pun untuk menyampaikan usulan, saran, ide, bahkan kritik terhadap penyelenggaraan negara yang menjadi ruang lingkup DPR, termasuk dari teman-teman pegiat HAM,” kata Willy, Kamis (17/7/2025).
Willy juga mengajak semua pihak duduk bersama untuk memperdalam urgensi usulan RUU ini.
“Ayo kita duduk bersama, menajamkan ide, dan membangun keselarasan demi kemajuan bangsa ini,” lanjut legislator dari Dapil Jawa Timur XI itu.
Sebelumnya, usulan RUU Pelindungan Pembela HAM digagas oleh Amnesty International Indonesia. Mereka menilai perlu adanya regulasi khusus guna memberikan perlindungan hukum terhadap pembela HAM, menyusul meningkatnya jumlah serangan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengungkapkan bahwa selama semester pertama 2025, setidaknya terdapat 104 pembela HAM menjadi korban dalam 54 kasus serangan.
Sebagian besar korban merupakan masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah serta jurnalis yang menjadi sasaran akibat pekerjaan mereka. Rinciannya antara lain: 36 masyarakat adat, 31 jurnalis, 8 tokoh masyarakat, 7 nelayan, 6 aktivis mahasiswa, 4 aktivis HAM, 3 aktivis lingkungan, 2 akademisi, 2 petani, 1 aktivis antikorupsi, 1 aktivis buruh, 1 advokat, 1 guru, dan 1 whistleblower (pengungkap rahasia).
Serangan juga menyasar lembaga, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang mengalami teror dari orang tak dikenal usai mengkritik pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta.
Menanggapi catatan tersebut, Willy menyebut DPR memberikan perhatian serius. Ia menekankan bahwa sistem hukum dan regulasi yang sudah ada harus terus ditegakkan untuk melindungi hak seluruh warga negara, termasuk para pembela HAM.
“RUU Pelindungan Pembela HAM perlu dilihat dari maksud terdalamnya, yakni memberi kepastian hukum dan perlindungan bagi semua warga negara dalam membela hak-haknya,” ujarnya.
Willy menilai, dalam konteks berhadapan dengan negara, seluruh warga sejatinya adalah pembela HAM.
“Karena itu, usulan RUU ini perlu disinergikan dengan reformasi sistem hukum yang sedang berjalan,” jelasnya.
Meski demikian, Willy menegaskan, bahwa usulan pembentukan undang-undang baru harus melalui kajian menyeluruh. Ia mengingatkan agar semangat pelindungan HAM tetap sejalan dengan prinsip demokrasi.
“Ada adagium, semakin banyak UU yang mengatur segala aspek hidup, semakin jauh kita dari demokrasi. Maka urgensi dari usulan RUU ini perlu kita serap semangatnya ke dalam revisi UU yang sedang dibahas,” ujar anggota Fraksi NasDem itu.
Willy menambahkan, semangat pelindungan pembela HAM dapat diintegrasikan ke dalam revisi berbagai regulasi, seperti Revisi KUHAP, Revisi UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan UU sektoral lainnya seperti UU Kehutanan dan UU Sumber Daya Alam lainnya.
“Dengan demikian, pelindungan terhadap pembela HAM tetap kuat, tanpa harus menciptakan tumpang tindih regulasi,” pungkasnya.
(Awaludin)