Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Waketum Perindo: Jangan Sampai Demokrasi di Indonesia Terus Alami Kemunduran

Agus Warsudi , Jurnalis-Sabtu, 26 Juli 2025 |11:51 WIB
Waketum Perindo: Jangan Sampai Demokrasi di Indonesia Terus Alami Kemunduran
Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Perindo Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah/Foto: Agus Warsudi-Okezone
A
A
A

Ferry mengatakan, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga kualitas demokrasi yang memerlukan perhatian menyeluruh terhadap berbagai aspek fundamental.

Perlindungan terhadap institusi negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dari pelemahan, menurut Ferry, harus menjadi prioritas utama untuk menjaga sistem checks and balances dalam pemerintahan.

Partisipasi publik yang berkualitas juga perlu ditingkatkan melalui edukasi politik yang komprehensif, meskipun dihadapkan pada kendala menurunnya ekonomi rakyat. Reformasi birokrasi, terutama di tingkat lokal, menjadi kebutuhan mendesak untuk mengatasi kekakuan dan stagnasi yang menjauhkan pemerintah dari masyarakat.

"Perluasan ruang kebebasan sipil dan pelembagaan partisipasi di media sosial (medsos) pun perlu dilakukan secara elegan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat tanpa menimbulkan kekhawatiran berlebihan dari pemerintah," ucap Ferry.

Ferry juga menyatakan bahwa transformasi budaya politik dari yang bersifat feodal menuju budaya politik merdeka harus didorong melalui peningkatan literasi budaya.

"Sehingga partisipasi politik dapat dibangun secara komprehensif dari hulu ke hilir hingga level kebijakan terbebas dari praktik politik uang, dan benar-benar merepresentasikan kepentingan rakyat dalam membangun demokrasi yang sehat dan berkelanjutan," ujarnya.

Pandangan serupa disampaikan Prof. Susi Dwi Harijanti. Ia memaparkan peran penting institusi pendidikan yang harus aktif menjaga demokrasi dari cengkeraman kekuasaan, dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat.

"Diskusi hari ini membahas isu penting yang saat ini dihadapi Indonesia, yaitu bagaimana memerangi otoritarianisme. Memerangi otoritarianisme itu membutuhkan kerja sama dari generasi muda, parlemen (DPR/MPR), dan lembaga-lembaga lain," kata Prof. Susi.

Diskusi ini, ujar Prof. Susi, menjadi wadah bagi para narasumber dan peserta untuk mencoba memetakan situasi yang dihadapi Indonesia saat ini. Sejak era reformasi 1998, telah banyak terjadi perubahan. Namun, perubahan-perubahan tersebut justru melenceng jauh dari tujuan awal reformasi, yaitu tegaknya negara hukum, demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Artinya, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dalam sepuluh tahun terakhir.

"Contohnya, ketika kita bicara tentang demokrasi konstitusional, kita melihat proses pembentukan undang-undang sangat bermasalah. Partisipasi publik diminimalkan. UU TNI, misalnya, tidak lama setelah diundangkan langsung diajukan permohonan uji formil sebanyak 14 kali. Ini menjadi sejarah pertama di Indonesia sejak Mahkamah Konstitusi didirikan," ujar Prof. Susi.

Prof. Susi juga menyoroti kualitas demokrasi di Indonesia dan pentingnya kehadiran institusi pendidikan tinggi sebagai pendorong utama dalam menjaga demokrasi, dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat tentang makna negara hukum.

Saat ini, tutur Prof. Susi, kesadaran masyarakat semakin tinggi akan pentingnya pembentukan undang-undang yang demokratis dan berkualitas, tidak hanya memperhatikan aspek formal, tetapi juga menghasilkan dampak nyata serta legitimasi dari rakyat.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement