JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez menyoroti kasus kematian terapis Delta Spa berinisial RTA (14) di Pejaten, Jakarta Selatan, yang diduga melibatkan praktik eksploitasi anak dan penggunaan identitas palsu.
Gilang meminta aparat kepolisian dan kejaksaan segera menuntaskan penyelidikan serta memproses seluruh pihak yang terbukti melanggar hukum. “Dalam kasus ini, perlu penegakan hukum yang tegas terhadap semua pihak yang terlibat, baik perekrut, manajemen lembaga, maupun pihak yang memfasilitasi perekrutan anak di bawah umur,” kata Gilang, Senin (2/11/2025).
Diketahui, Polres Metro Jakarta Selatan masih menyelidiki kasus kematian seorang terapis wanita berinisial RTA (14) di lahan kosong kawasan Pejaten. Polisi masih mendalami penyebab kematian korban yang jasadnya ditemukan pada Kamis 2 Oktober pukul 05.00 WIB, serta dugaan eksploitasi dalam proses perekrutan korban sebagai terapis di bawah umur.
Polisi akan meminta keterangan dari pihak manajemen Delta Spa hingga perekrut untuk menelusuri informasi yang disampaikan kakak korban. Pasalnya, kakak korban, F, menyebut adiknya diancam harus membayar denda sebesar Rp50 juta jika ingin keluar dari pekerjaannya.
Dalam kasus yang menyita perhatian publik ini, penyidik tengah mendalami dugaan pelanggaran UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Proses pemeriksaan terhadap para saksi masih berlangsung untuk menemukan unsur pidana dalam perkara tersebut.
Di sisi lain, pihak Delta Spa mengaku tidak mengetahui korban masih di bawah umur, karena korban menggunakan KTP milik kerabatnya, SA (24), saat mendaftar kerja sebagai terapis. Polisi berencana memanggil SA dan pihak rekrutmen Delta Spa untuk dimintai keterangan.
Dari hasil penyelidikan sementara, korban melamar pekerjaan setelah melihat temannya melakukan siaran langsung di TikTok. Menanggapi hal ini, Gilang menegaskan tidak ada toleransi terhadap pelanggaran UU TPPO dan UU Perlindungan Anak. Ia menekankan pentingnya proses hukum yang transparan dan akuntabel agar korban mendapat keadilan.
“Perlindungan anak tidak boleh bersifat formalitas belaka. Negara harus memastikan setiap proses perekrutan atau pekerjaan bagi anak di bawah umur benar-benar diawasi secara ketat,” ungkap Gilang.
“Usut tuntas kasus kematian terapis di bawah umur ini, dan apabila memang ada kesengajaan, tindak tegas perekrut yang mempekerjakan anak di bawah umur. Ini juga berkaitan dengan praktik perdagangan manusia yang harus ditindak,” lanjutnya.
Gilang juga menyayangkan lemahnya pengawasan terhadap mekanisme perekrutan oleh manajemen spa sehingga tidak mengetahui bahwa korban masih di bawah umur dan menggunakan identitas kerabatnya.
“Kasus ini menjadi alarm penting bahwa mekanisme perekrutan anak di bawah umur, dalam hal ini melalui penggunaan KTP kerabat, masih memungkinkan terjadi, bahkan di lembaga yang bergerak di sektor jasa,” terang Gilang.
Lebih lanjut, anggota Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum itu menekankan pentingnya evaluasi terhadap prosedur perekrutan di lembaga jasa. Termasuk peran perekrut, manajemen perusahaan, serta pengawasan terhadap penggunaan media sosial sebagai jalur perekrutan agar tidak menjadi sarana eksploitasi.
“Kasus ini menjadi pengingat bahwa penegakan hukum harus bersifat preventif sekaligus represif, dengan fokus pada perlindungan korban dan pencegahan praktik serupa di masa mendatang,” ujarnya.
Gilang juga mendorong koordinasi lintas kementerian — di antaranya Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Pendidikan — untuk memastikan standar perlindungan anak ditegakkan.
Hal ini sekaligus bertujuan memberikan edukasi kepada keluarga dan masyarakat agar tidak menjadi korban manipulasi sistem identitas dan perekrutan ilegal.
“Kasus RTA menjadi pengingat bahwa eksploitasi anak adalah masalah multidimensional yang membutuhkan tindakan hukum tegas, pengawasan sosial berkelanjutan, serta sinergi antara lembaga negara dan masyarakat,” jelas Gilang.
Gilang memastikan Komisi III DPR RI siap mengawal proses hukum dalam kasus ini. Komisi III juga akan memberikan rekomendasi regulasi yang lebih ketat guna mencegah eksploitasi anak dan memastikan penegakan hukum berjalan konsisten serta adil.
“DPR RI melalui Komisi III siap mengawal proses hukum dan mendorong kebijakan perlindungan anak yang lebih preventif dan sistematis agar tragedi serupa tidak terulang,” pungkas Gilang.
(Arief Setyadi )