DENPASAR - Virus HIV/AIDS tidak saja merenggut nyawa anak satu-satunya Nyoman Bi (52), namun juga menantunya. Kini, pria warga Kabupaten Gianyar, Bali, itu merawat dua cucunya yang juga tertular HIV/AIDS.
Memperingati hari AIDS se-dunia, para pengidap HIV dari berbagai penjuru Bali, berbaur. Tak terkecuali Nyoman yang mengantar dua cucunya penderita HIV/AIDS. Anak Nyoman atau orangtua dari dua anak yang dibawanya itu sudah meninggal karena megnidap AIDS.
Para penderita HIV/AIDS atau biasa disebut orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berkumpul di Gedung WM, Jalan Sidakarya, Denpasar, untuk mengikuti konseling dan pemeriksaan kesehatan yang difasilitasi Yayasan Kerti Praja.
Dalam suasana riang, siang itu menjadi hari mengesankan saat satu ODHA dan lainnya saling berinteraksi dan membangun kedekatan.
Keceriaan semakin tampak ketika menyaksikan hiburan tarian dan nyanyian yang membangkitkan semangat. Beberapa mentor, konselor, hingga relawan peduli AIDS lainnya silih berganti membimbing dan menyemangati para ODHA.
Di antara mereka, terdapat dua bocah laki-laki kakak beradik, sebut saja Made (5) dan Wayan (4).
Layaknya bocah, keriangan dan keluguan terlihat jelas di wajah mereka. Sembari sesekali bergelayut manja ke pangkuan kakek dan nenek mereka.
”Tadi sebelum berangkat, cucu kami ikut bersembayang di sanggah,” kata Nyoman.
Sejak kepergian anak tunggalnya pada 2008 lalu, disusul menantu perempuannya setahun kemudian, praktis semua tanggung jawab untuk membesarkan Made dan Wayan berada di pundak mereka.
Nyoman mengaku sempat mengalami beratnya ditinggal anak dan menantunya. Tidak hanya itu, dia juga merasakan berat menanggung dua cucunya.
"Sampai akhirnya saya berpikir, oh begini Tuhan menguji saya. Saya harus jalani. Kalau saya terus-terusan bersedih, tidak melakukan sesuatu, bagaimana dengan nasib istri dan dua cucu saya,” ungkap pria yang sehari-hari berdagang ayam itu.
Nyoman pun berusaha beradaptasi dengan semua beban itu kemudian bekerja keras mencari nafkah menghidupi keluarganya. Sejak dia bisa keluar dari beban hidup itu, rasa capek sirna. Keriangan dua bocah itu seakan obat baginya. Setiap pulang kerja, dia selalu dihibur dengan dua cucunya.
Meski dua anak itu keturunan orang yang mengidap HIV, syukurnya, sampai saat ini, mereka tumbuh normal seperti anak lainnya. Kedua cucunya juga bisa membaur dengan teman sebayanya.
Tidak ada gangguan berarti menyangkut perkembangan fisik dan mentalnya, kecuali keluhan sakit ringan seperti batuk atau pilek.
Meski begitu, selaku orang tua, tetap saja nyoman khawatir terjadi apa-apa dengan kesehatan sang cucu. Karena itu dia rutin melakukan konseling dan pemeriksaan kesehatan ke dokter di Yayasan Kerti Praja.
Nyoman bersyukur dua cucunya bisa tumbuh sehat dan normal meski harus rutin minum obat yang diberi gratis oleh dokter.
Kematian anaknya di usia 28 tahun, masih menyimpan ada tanda tanya di kepala Nyoman. Dia tidak percaya anaknya yang bekerja di tempat pemandian dan menantunya pegawai mini market bisa tertular HIV/AIDS. Para tetangga pun tidak ada yang tahu penyebab kematian anaknya.
Terlepas dari misteri penyebab masuknya HIV/AIDS ke keluarganya, Nyman kini mengaku bersyukur. Saat ini dia hanya fokus membesarkan dua cucunya agar kelak menjadi orang berguna.
Hanya saja, Nyoman mengaku kebingungan bila ditanyakan Wayan dan Made soal keberadaan ayan dan ibu mereka. Pertanyaan itu yang membuatnya terenyuh. Untuk menghiburnya, dia hanya memberikan pemahaman bahwa ayah dan ibunya pergi jauh untuk bekerja.
”Dia memang masih ingat bapaknya. Kalau sudah begitu saya ajak ke makam agar hatinya tenang sembari berdoa,” ujarnya.
(Anton Suhartono)