JAKARTA - Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mensinyalir
penyebab terjadinya wabah ulat bulu di berbagai wilayah di Indonesia karena berkurangnya predator dan perubahan iklim.
“Penurunan predator bisa jadi karena kesalahan kita sendiri yang menggunakan insektisida. Kalau untuk pemanasan global, telur ulat bulu memang memerlukan suhu tinggi untuk menetas,” ungkapnya usai pertemuan membahas Fenomena Ledakan Populasi Ulat Bulu di berbagai wilayah Indonesia di kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta, Senin (25/4/2011).
Kendati dampaknya luar biasa, Hatta mengimbau agar masyarakat tidak panik tapi tetap waspada. “Untuk masalah ini tak perlu terlalu di permasalahkan karena ulat bulu hanya hidup selama 10 hari kemudian berubah menjadi kupu-kupu,” ungkapnya.
Sementara itu, Kementerian Pertanian dalam keterangan tertulisnya menyatakan fenomena ulat bulu merupakan hal biasa. Sehingga masyarakat diimbau tidak panik tapi tetap waspada. Saat ini Balitbang Kementerian Pertanian sudah menyusun SOP 10 langkah pengendalian ulat bulu. SOP itu bisa dilihat di situs Kementerian Pertanian.
“Kalau untuk di Probolinggo, pola serangan ulat bulu menunjukkan peningkatan yang tinggi. Mereka menyerang mangga dan Jambu Mente, untuk penanganannya akan menyosialisasikan cara penanganan ramah lingkungan,” tandas Kepala Litbang Holtikultura, Kementerian Pertanian, Jusdar Hilman.
Hama ulat bulu pertama kali muncul di Probolinggo. Kemudian menyebar ke Pasuruan dan kota-kota sekitarnya. Pada tahap selanjutnya hama ulat bulu juga menyerang daerah-daerah di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Ibu Kota, dan Bali.
(Muhammad Saifullah )