BANDUNG - Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, masih berstatus Awas. Erupsi terjadi sejak September 2013 hingga kini. Apa penyebab Sinabung ‘batuk’ begitu lama?
Kepala Bidang Mitigasi Bencana, Gempa Bumi, dan Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gede Suantika, mengatakan, erupsi terus terjadi disebabkan material lava pijar di bawah gunung terus terdorong ke atas. Jumlah material lava pijar sangat banyak.
“Suplainya masih konstan. Sepertinya, jumlahnya masih besar. Tenaganya juga masih belum habis,” jelas Suantika kepada Okezone.
Banyaknya material di bawah gunung ditandai dengan masih seringnya terjadi gempa hybrid. Dalam sehari, rata-rata terjadi 120 kali gempa hybrid. “Melihat lajunya suplai (material lava pijar) dari bawah ke atas yang konstan, itu menunjukkan di bawah cukup besar,” terangnya.
Soal kapan erupsi berhenti, ia belum bisa memperkirakan. “Itu susah diprediksi. Bisa diprediksi, tapi kami membutuhkan pengukuran yang lebih global lagi, terutama di daerah Karo,” imbuhnya.
Sementara secara umum, PVMBG mencatat erupsi yang menghasilkan abu terjadi sepanjang September hingga Desember 2013. Pada Oktober, letusan abu beberapa kali terjadi disertai awan panas dengan jumlah sedikit.
Pada Januari 2014, letusan tidak hanya mengeluarkan abu, namun disertai pertumbuhan kubah lava dan guguran lava pijar disertai awan panas guguran.
“Luncuran awan panas guguran yang ditimbulkan akibat dari guguran lava sampai sekarang masih ada, meluncur 500-1.500 meter dari puncak ke arah selatan tenggara,” ungkapnya.
Keluarnya awan panas guguran sering diikuti gemuruh yang terdengar hingga 8,5 hingga 10 kilometer ke arah tenggara. Gempa vulkanik dalam masih muncul dengan jumlah konstan, rata-rata 20 kali sehari. Sedangkan gempa guguran rata-rata dalam sehari terjadi 200 kali.
PVMBG masih merekomendasikan radius aman lima kilometer dari puncak gunung. Khusus di sebelah tenggara, kawasan steril yang direkomendasikan adalah tujuh kilometer.
(Khafid Mardiyansyah)