KESETARAAN kaum perempuan dan laki-laki tak hanya terjadi di bangku sekolah. Hal itu seperti yang didengungkan Raden Ajeng Kartini terkait hak perempuan akan pendidikan. Namun, status perempuan tak mencegah sejumlah “srikandi” di era revolusi mempertahankan kemerdekaan untuk ikut menyambung nyawa.
Pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945, para perempuan merasa harus turut berperan dengan para kombatan laki-laki, di bawah bendera Lasjkar Wanita Indonesia (Laswi). Kelaskaran para kartini ini terbentuk ada 12 Oktober 1945.
Sepak terjang besar mereka terjadi pertama kali dalam Pertempuran Surabaya pada 10 November dan Peristiwa Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946.
“Laswi pertama kali muncul (berperan besar) ketika Pertempuran Surabaya dan Bandung Lautan Api. Setiap daerah punya penggagas Laswi tersendiri. Biasanya Laswi dibagi tiga seksi: Laswi Palang Merah, Laswi dapur umum, dan Laswi tempur,” terang Firman Hendriansyah, aktivis penggiat sejarah asal Bandung kepada Okezone.