JAKARTA - Ribuan warga Ibu Kota Jakarta diprediksi akan turun ke jalan di malam pergantian tahun. Berbagai macam pesta rakyat pun digelar di sejumlah tempat. Salah satu yang menjadi sasaran yakni Monumen Nasional (Monas).
Bagi Mat Soleh (40) dan keluarga, Monas adalah tempat yang melegenda dan mempunyai banyak kenangan. Hampir tiap malam pergantian tahun, Mat Soleh dan keluarga menikmati suasana pergantian tahun di sana. Namun kali ini, buat pria asal Betawi ini pun harus menggigit jari. Pasalnya, kawasan Monas tertutup bagi kegiatan apa pun untuk merayakan Tahun Baru 2010.
Namun begitu, Mat Soleh masih bernapas lega karena Monas akan tetap dibuka bagi siapa pun yang ingin mengunjunginya pada malam Tahun Baru. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, sebelumnya menegaskan dan melarang segala bentuk kegiatan massa dalam perayaan malam Tahun Baru di kawasan Monas. Tahun lalu pesta malam Tahun Baru dipusatkan di Ancol, Jakarta Utara.
“Kami sepakat untuk menyediakan Monas itu untuk individu tapi tidak untuk mengadakan kegiatan apa pun. Monas tidak untuk kegiatan, tidak untuk kendaraan, tapi terbuka untuk umum,” tegas Fauzi Bowo beberapa waktu lalu.
“Saya dari dulu kalau tahun baruan ke Monas saja sama keluarga, selain murah meriah juga dekat sama rumah,” ujarnya.
Menurut Mat Soleh, antusias warga sangat besar merayakan tahun baru di Monas karena selain murah meriah juga terdapat pagelaran kembang api. Oleh karena itu, dia menyayangkan keputusan Gubernur yang menerangkan Monas tertutup bagi perayaan tahun baru.
“Kalau ke Ancol mah enggak cukup bawa duit gocap (Rp50 ribu-red). Paling enggak dua ratus ribu,” ujarnya dengan logat Betawi yang kental.
“Dulu mah di Monas kalau tahun baru, bawa goceng (Rp5 ribu) sudah makan kacang rebus sama minum berdua sama hareem (istri). Kalau sekarang goceng cukup buat bensin seliter aja,” ujarnya.
Hal senada juga diutarakan Tarjo, pria asal Magelang ini merayakan tahun baru bersama keluarga di gerobak sederhana yang dia gunakan sehari-harinya.
Datangnya malam tahun baru merupakan berkah buat pria berbadan kurus ini. Karena pada saat itu, Tarjo bersama keluarga dapat mengumpulkan rezeki yang lumayan besar dari mengumpulkan gelas air mineral.
“Setiap hari biasanya saya hanya dapat Rp20 ribu sampai Rp30 ribu. Namun kalau ada acara besar seperti tahun baru bisa Rp50 ribu sampai Rp100 ribu,” tuturnya.
Buat Tarjo dan keluarga, malam tahun baru tidak jauh berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Hidup di Jakarta terasa berat buat dia, yang penting bagaimana ketiga anaknya dapat menikmati sepiring nasi dengan lauk pauk sederhana.
Namun, layaknya kebanyakan orang yang mempunyai harapan lebih baik di tahun baru, Tarjo pun demikian. Buat Tarjo, harapannya di tahun depan yaitu bisa menyekolahkan anaknya.
(Lusi Catur Mahgriefie)