JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edi, menilai konflik antarkelompok di tanah air seperti yang baru-baru ini terjadi di Sampang, Madura antara kelompok Syiah dan antinya, dipicu minimnya anggaran yang diberikan negara guna menunjang kinerja intelijen.
Menanggapi hal itu, Pengamat Kepolisian Widodo Umar menilai pernyataan tersebut merupakan alasan klasik yang dibuat-buat. Apalagi kinerja intelijen belum terlihat. "Alasan klasik selalu begitu, anggaran-anggaran, tapi kinerja belum nampak," ujarnya saat dihubungi Okezone, Rabu (29/8/2012).
Menurutnya konflik itu terjadi karena tidak adanya koordinasi yang baik antarintelijen. Seperti intelijen Kepolisian, TNI, pemerintah dan intelijen Kejaksaan, yang dinilainya berjalan sendiri-sendiri. "Mereka ini tidak punya integritas yang sistemik dan terpadu. Sehingga fungsi-fungsi intelijen ini tidak berjalan dengan baik," jelasnya. 
Selain tidak berjalannya motor intelijen, dia menilai, pemerintah daerah punya andil besar dalam kerusuhan yang menawaskan dua warga Syiah itu. Bentrokan menurutnya terjadi karena pemda tidak kuat dalam membina masyarakatnya, sehingga muncul kelompok tertentu yang ingin mengambil keuntungan.
"Sebenarnya peran pemerintah yang paling utama. Ketentraman itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah bersama kepolisian. Kalau konflik masih terjadi, bisa jadi karena tidak berjalannya sistem di pemerintahan itu sendiri," paparnya.
Pemerintah, seperti yang disampaikan Menteri Agama Surya Dharma Ali, menyebutkan kerusuhan di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, pada Minggu 26 Agustus lalu, lantaran pertikaian keluarga. Namun, mantan perwira polisi ini menilai duaan itu sebagai pandangan yang subjektif.
"Saya melihat di Indonesia itu begini, hal-hal yang bersifat sosial, ekonomi, dan politik saling tumpang tindih sehingga memunculkan pandangan dan dugaan subjek. Ini akibat tumpang tindih itu belum tertata dengan baik," tambahnya.
Dia melanjutkan, tatanan dalam sistem keamanan perlu dibangun secara terintegritas dan adanya koneksi antara satu instasi dengan instansi lainnya, agar dapat membaca situasi di lapangan khususnya wilayah yang memang menjadi langganan konflik. "Tatanan yang penting. Sistem keamanan nasional harus dibenahi, jangan jalan sendiri-sendiri, ada koneksi," pungakasnya.
(Risna Nur Rahayu)