Sarjana Komunikasi Kalah Saing di Industri Media?

Rifa Nadia Nurfuadah, Jurnalis
Senin 21 Oktober 2013 14:08 WIB
Dekan Fikom Unpad Prof. Deddy Mulyana. (Foto: Arfiansyah/Okezone)
Share :

JATINANGOR- Ada news presenter yang merupakan lulusan Ilmu Hubungan Internasional. Ada juga reporter politik yang meraih gelar di bidang sastra. Ada lulusan ilmu ekonomi, malah menekuni profesi sebagai wartawan kriminal.

Selain itu, ada lulusan Ilmu Pertanian berkecimpung dalam urusan kreatif suatu program televisi. Dan penyiar radio kesukaan kita, ternyata merupakan lulusan Ilmu Politik. Apakah fenomena ini menunjukkan lulusan ilmu komunikasi kalah saing di industri media?

Menurut Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Deddy Mulyana, sejatinya keterampilan sarjana komunikasi sangatlah fleksibel. Mereka bisa bekerja di mana saja. Sementara itu, keberhasilan seseorang dalam bekerja ikut ditentukan oleh kemampuannya berkomunikasi.

Jadi, kata Deddy, selama seseorang mampu berkomunikasi dengan baik, dia bisa saja bekerja bagus sebagai orang media. Dia juga bisa bergerak di bidang-bidang lain yang menuntut kemampuan komunikasi. Kenyataannya, memang banyak bidang yang menuntut keahlian komunikasi untuk sukses. Misalnya, bidang kesehatan. Dokter harus meningkatkan kemampuan komunikasi mereka dengan pasien.

"Sementara itu, jika banyak sarjana lain masuk ke bidang kerja komunikasi, bagi saya bukan suatu masalah. Karena komunikasi memang bidang yang menarik, spesial dan  prospektif.  Bagi sebagian orang mungkin bekerja di media memiliki daya tarik tersendiri; bisa bergaul dengan banyak orang dari berbagai lapisan, tampil di televisi, atau pergi banyak tempat baik dalam maupun luar negeri," papar Deddy, ketika berbincang dengan Okezone di kampus Fikom Unpad, Jatinangor, belum lama ini. 

Itu hanyalah salah satu penafsiran tentang kian menjamurnya lulusan non-komunikasi bekerja di bidang komunikasi dan media. Penafsiran lain, kata Deddy, boleh jadi lulusan komunikasi tidak diterima karena tidak cukup mumpuni untuk bekerja di bidangnya. Apa penyebabnya?

Pemegang gelar Doktor dari Monash University, Australia, ini menyebutkan, dalam dunia komunikasi dan industri media, terkadang ada kriteria dan keahlian tertentu yang harus dimiliki seseorang untuk, misalnya, menjadi wartawan. Deddy mengilustrasikan, sebuah media membutuhkan wartawan bidang kesehatan. Dokter yang bisa menulis akan dianggap lebih bermanfaat dan menarik. Media itu tinggal mendidik si dokter untuk menulis yang baik ketimbang sebaliknya, melatih dan mendidik lulusan komunikasi untuk menguasai bidang keahlian kesehatan.

"Buat saya itu sah-sah saja," imbuh penulis berbagai buku teks ilmu komunikasi itu. 

Meski banyak lulusan non-komunikasi bekerja di industri media, dan sebaliknya, lulusan komunikasi banyak yang bekerja tidak sesuai bidangnya, Deddy mengklaim, anak didiknya cepat terserap dunia kerja. Dari 16 fakultas di Unpad, Fikom menduduki peringkat ketiga dalam tingkat penyerapan lulusan di industri.

"Alhamdulillah, rata-rata lulusan Fikom Unpad diserap dunia kerja pada bulan ketiga kelulusannya," tuturnya.

Pria yang selalu tampil berpeci hitam itu mengimbuh, bukanlah suatu masalah besar jika seseorang bekerja di bidang yang bukan keahliannya. Terkadang, bisa jadi hal itu merupakan sesuatu yang terpaksa dilakukan.

Meski begitu, Deddy, yang memimpin Fikom Unpad sejak 2008 lalu ini mengingatkan, ada kompetensi utama yang harus dimiliki lulusan komunikasi untuk bisa bersaing di industri media. Hal pertama dan utama adalah integritas. Kompetensi ini mengambil porsi 85 persen dalam kriteria yang dicari perusahaan dari calon karyawannya.

Integritas, kata Deddy, adalah satu-satunya nilai yang built in dalam diri kita yang tidak dimiliki orang lain. Sementara itu, kecerdasan emosional seperti sifat dan kemampuan beradaptasi dengan cepat dan baik (supel), tegar, tidak mudah marah atau pandai memotivasi orang lain hanyalah pendukung.

"Orang yang sangat pintar tapi tidak memiliki integritas dan kejujuran itu buruk. Sebaliknya, mereka yang berintegritas tapi tidak pintar akan bekerja lebih baik. Idealnya memang kita memiliki integritas, kecerdasan dan keterampilan," kata Deddy. 

Kemudian, lulusan perguruan tinggi, khususnya ilmu komunikasi, juga harus membekali diri dengan kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris. Akan lebih baik jika kita memperkuat kompetensi diri dengan menguasai bahasa asing lain.

Saat ini, Deddy mengimbuh, ribuan orang Thailand sedang belajar bahasa Indonesia. Dalam beberapa tahun mungkin mereka akan ke Indonesia dan mengambil alih pekerjaan kita.

"Tapi berapa banyak orang Indonesia yang belajar bahasa Thailand? Sementara pada kenyataannya, masih banyak orang berpendidikan tinggi tapi tidak bisa berbahasa Inggris. Mereka berbahasa Inggris hanya untuk menjaga image (jaim)," urainya.


Dalam tulisan berikutnya, Deddy akan bercerita tentang kecintaannya pada dunia riset dan tulis menulis, perkembangan riset di Tanah Air dan cita-cita yang belum diwujudkannya.

(Rifa Nadia Nurfuadah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya