JAKARTA – Sepuluh tahun lalu Joko Widodo (Jokowi) adalah rakyat biasa. Meski menjadi pengusaha furnitur yang hasilnya masuk ke pasar luar negeri, nama Jokowi belum sejajar dengan pengusaha-pengusaha beken dalam negeri.
Pria yang memiliki panggilan kecil Mulyono itu lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 1985. Dia kemudian bekerja di perusahaan milik negara yakni PT Kertas Kraft Aceh dan ditempatkan di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah.
Karena tidak betah, Jokowi memutuskan pulang kampung. Pada 1988, pria kelahiran 21 Juni 1961 di Surakarta, Jawa Tengah, itu memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu.
Usaha ini membawanya bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberi panggilan yang populer hingga kini: ‘Jokowi’. Dia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa.
Pengaturan kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk memasuki dunia politik.
Pada 2005, Jokowi mulai masuk ranah politik dengan maju sebagai calon Wali Kota Surakarta dan diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo, Jokowi berhasil memenangkan pemilihan tersebut melalui persentase suara sebesar 36,62 persen.
Namanya mulai dikenal setelah dianggap berhasil mengubah wajah Surakarta menjadi kota pariwisata, budaya, dan batik. Di bawah kepemimpinannya, Bus Batik Solo Trans diperkenalkan. Berbagai kawasan, seperti Jalan Slamet Riyadi dan Ngarsopuro, diremajakan.
Jokowi juga dikenal akan pendekatannya dalam merelokasi pedagang kaki lima. Jokowi sempat berseteru dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo karena menolak ide pendirian mal di lokasi bekas Pabrik Es Saripetojo.
Berkat pencapaiannya ini, pada 2010 dia terpilih lagi menjadi wali kota dengan suara melebihi 90 persen.
Baru dua tahun menjabat sebagai Wali Kota Surakarta periode 2010-2015, PDIP dan Partai Gerindra kepincut untuk mencalonkan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilgub 2012. Dia pun terpilih setelah berhasil mengalahkan calon incumbent, Fauzi Bowo, pada 20 September.
Jokowi dianggap sebagai sosok pemimpin baru dan bersih. Warga berharap Jokowi dan pasangannya, Basuki Tjahaja Purnama, mampu menyelesaikan masalah klasik di Ibu Kota seperti macet, banjir, dan kemiskinan.
Sejak saat itu nama Jokowi semakin berkibar, bahkan berdasarkan hasil survei berbagai lembaga, popularitasnya mengalahkan tokoh-tokoh senior. Dia pun digadang-gadang pantas maju sebagai calon presiden.
Jokowi bergeming. Dia mengaku sama sekali tak terpengaruh dengan hasil survei yang menjagokannya sebagai capres. Setiap kali ditanya wartawan soal capres, Jokowi berkeras akan tetap fokus dengan tugasnya membangun “Jakarta Baru”.
Sayangnya, Jokowi tak konsisten dengan pendiriannya. Suami dari Iriana itu tergiur dengan tawaran Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menjadi calon presiden.
Belum genap dua tahun sebagai gubernur, atau tepatnya beberapa hari sebelum masa kampanye Pemilihan Legislatif 2014 dimulai, Jokowi menyatakan kesediaan maju sebagai capres.
Slogan “Jakarta Baru” yang digemborkan Jokowi saat kampanye Pilgub DKI Jakarta 2012 tinggal kenangan. Sebab, kini Jokowi terpilih menjadi presiden berpasangan dengan Muhammad Jusuf Kalla.
(Tri Kurniawan)