Tak lama Jepang berkuasa, Perang Pasifik berakhir dan pada perang mempertahankan kemerdekaan, Soeharto dipercaya jadi Komandan Brigade Mataram dengan pangkat Overste alias Letnan Kolonel.
Pada masa revolusi, sempat timbul kontroversi yang tak ayal mengangkat namanya. Apalagi kalau bukan peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret 1949, di mana Soeharto menasbihkan dirinya jadi penggagas serangan yang membuka mata dunia itu.
Pasca-revolusi, Soeharto sempat menjabat Pangdam Diponegoro, tapi dipecat lantaran terjerat kasus yang hampir membawanya ke pengadilan militer. Soeharto “diasingkan” ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat).
Namanya kembali menjulang ketika mengomandoi penumpasan Partai Komunis Indonesia dan para simpatisannya, pasca-tragedi Gerakan 30 September 1965. Setahun kemudian, Surat Perintah 11 Maret (1966), jadi “kendaraannya” menggusur kursi Kepresidenan Soekarno hingga akhirnya bertahan 32 tahun.
Soeharto mundur pada Mei 1998 setelah terjadi serangkaian tragedi yang memaksa Orde Baru berganti era Reformasi. Satu dasawarsa kemudian, tepatnya 27 Januari 2008 sekira pukul 13.00 WIB, Soeharto dipanggil Yang Kuasa dan dikebumikan di samping makam istrinya, Siti Hartinah (Ibu Tien) di Astana Giri Bangun, Solo, Jawa Tengah.
(Randy Wirayudha)