JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi mengirimkan nama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo kepada DPR untuk menggantikan posisi Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI.
Hal ini menjawab spekulasi pergantian orang nomor satu di tubuh angkatan bersanjata Indonesia ini.
Menanggapi hal itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis mengatakan, tak ada alasan untuk menolak Jenderal Gatot menjadi Panglima TNI. Pasalnya, itu sudah sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Jadi memang secara hukum tidak ada yang salah Presiden menunjuk Gatot, tidak ada alasan untuk menolak dia,” ujar Margarito saat berbincang dengan Okezone di Jakarta, Rabu (10/6/2015).
Menurut Margarito, penunjukan Panglima TNI kembali dari tubuh Angkatan Darat (AD) tidak menjadi masalah.
Meskipun di dalam Pasal 13 itu juga dituliskan pengangkatan Panglima TNI bisa dilakukan secara bergiliran namun hal tersebut tidak bersifat mutlak harus dilakukan oleh Presiden Jokowi.
“Tidak ada masalah penunjukan Gatot. Bahwa ketentuan Pasal 13 yang menentukan itu untuk bergilir dari satu angkat ke angkatan lain itu betul. Tetapi jangan salah secara hukum giliran itu bukan sesuatu yang mutlak,” terangnya.
Lebih lanjut, Margarito menyebut pergantian Panglima TNI secara bergiliran dari satu angkatan ke angkatan yang lain hanya menjadi sebuah alternatif bagi Presiden Jokowi bukan sesuatu pilihan yang harus dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
“Di dalam Undang-Undang memang dimungkinkan panglima berasal dari angkatan lain, jadi bergiliran, tapi memang sifatnya tak absolut, ketentuan itu bersifat alternatif kepada Presiden. Sehingga Presiden memilki keleluasaan memilih figur yang tepat,” tandasnya.
(Rizka Diputra)