Catatan Kapolri Terhadap RUU KUHP

Syamsul Anwar Khoemaeni, Jurnalis
Sabtu 28 November 2015 01:07 WIB
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti (foto: Antara)
Share :

JAKARTA - Rencana parlemen merevisi KUHP, ditanggapi positif oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Meski demikian, ia memberikan sejumlah catatan terhadap revisi pemidaan tersebut.

Dalam hal delik penawaran kejahatan yang mengarah pada kasus santet misalnya, Badrodin menilai bisa menyulitkan kepolisian sebagai penegak hukum jika tidak diatur secara detail. Namun, ia memberikan pertimbangan bahwa polisi bisa memidakan seseorang yang menyebarluaskan jasa santet.

"Di RUU KUHP bahasanya ilmu gaib. Pembuktian yang masih sukar diterima secara logis, ketentuan pidana tersebut tidak perlu dibuktikan, namun dibuktikan penyebarluasan kemampuannya," imbuhnya.

Selanjutnya pemidanaan yang menyangkut agama seperti diatur pada Pasal 348-350 RUU KUHP dan unsur-unsur SARA di Pasal 351-353. Ia mengaku pasal tersebut direspon beragam oleh masyarakat lantaran polisi dinilai berlebihan dan terkesan melakukan kriminalisasi.

"Tanggapan masyarakat beragam, diantaranya kriminalisasi yang brlebihan. Misal, aliran kepercayaan tidak mendapat perlindungan sama sekali, ini akan brtentangan dengna konstitusi, ini rawan di Judisial Review. Formulasi delik agama yg belum ada yang spesifik," sambungnya.

Sementara, dalam tindak pidana kesusialaan yang diatur di Pasal 469-506 RUU KUHP. Polisi dianggap dapat menjerat pelaku pidana yang mempertunjukkan atau menggugurkan kandungan polri.

"Ini bisa diprotes perusahaan farmasi, karena bisa menangkap tanpa menunggu adanya pengaduan delik pidana," bebernya.

Terakhir, berkaitan dengan kebebasan pers, RUU KUHP dinilai perlu disinkronkan dengan UU Pers dan UU Penyiaran. Hal tersebut lantaran dalam sejumlah pasal di RUU KUHP, jurnalis dapat dianggap menyebarkan kebencian hingga membuat reporter ketakutan dalam menyusun laporan investigasi.

"Delik pers tersebar di beberapa bab. Kritisi delik pers perilaku dan sifatnya. Diatur dalam hukum pidana, dianggap menyulitkan reporter yang berdampak ketakutan untuk meliput. Investigasi wartawan tentang kasus dapat dipidana karena dianggap kabar bohong. Jurnalis dapat dikenai hate speech kalau membahas sara. Paradigma delig pers dalam RKUHP, beda dengan UU Pers dan penyiaran yang membangun media dalam ranah demokrasi," pungkasnya.

(Fiddy Anggriawan )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya