Poin pertama adalah keputusan pleno MKD sebelumnya yang melanjutkan sidang tanpa adanya verifikasi terhadap bukti rekaman yang dikirimkan Menteri ESDM Sudirman Said.
"Verifikasi terrhadap bukti awal itu sama sekali tidak dilakukan," ungkap Ridwan.
Poin kedua adalah tentang legal standing Sudirman yang membuat laporan atas nama kementerian yang dipimpinnya. MKD kemudian memanggil ahli bahasa untuk menjelaskan persoalan ini. Padahal, selain ahli bahasa, MKD juga berkewajiban mendengar keterangan ahli hukum.
"Tapi karena alasan terburu-buru dan desakan masyarakat, mereka lanjutkan hanya dengan mendengarkan ahli bahasa. Apa korelasinya ahli bahasa sama ahli hukum. Itu perbedaan kami," bebernya.
Cacat hukum terakhir adalah, MKD langsung akan membuat jadwal sidang tanpa adanya proses verifikasi di atas. "Saya ingin ini jelas dan terang, bahwa politisasi tercipta hanya untuk mencari persoalan," tukasnya.
(Rizka Diputra)