INDRAMAYU - Berbagai cara dilakukan oleh sejumlah seniman agar bisa bersaing dan cepat dikenal masyarakat. Para seniman ini pun terus melakukan inovasi dalam setiap pentasnya, yang salah satunya pentas menggunakan media satwa jenis ular, meskipun inovasi ini mengandung risiko yang tinggi.
Salah seorang mantan penyanyi sekaligus penari ular asal Indramayu, tepatnya di RT 08/RW 03, Blok Kenanga Teluk SD 3, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Wiwin Windasari (26) menceritakan kisahnya sebagai penari ular yang sempat dililit karena keisengan salah seorang penonton.
Wiwin mengungkapkan, dirinya terjun menjadi penari ular saat memasuki usia 19 tahun atau sekira 2007. Selama tujuh tahun, ia terus menggeluti profesi tersebut dengan berbagai pengalaman yang didapatkanya.
"Awalnya saya, takut namun lama kelamaan menjadi biasa saja. Jenis ular yang saya pakai ular sanca dan cabe" katanya kepada Okezone.
Darah seninya itu, ungkapnya, berasal dari kedua orangtuanya yang menjadi seniman organ dan tarling hingga akhir khayat. Ia mengaku awalnya hanya ingin memberikan inovasi dengan menggunakan media ular, dan memang pada waktu itu penari ular sangat jarang jika dibandingkan dengan sekarang.
"Penari ular mulai marak 2013. Ular yang biasa saya digunakan sepanjang tiga hingga lima meter dan biasanya dibantu oleh pawing," ungkapnya.
Selama perjalanannya tersebut, ia pun pernah mengalami suatu kejadian yang hampir meregang nyawanya. "Saat itu ada salah seorang pemuda yang iseng menempelkan puntung rokoknya pada tubuh ular itu, ular yang masih menempel ditubuh saya langsung melilit tubuh karena kepanasan. Untung pada saat itu ada pawang ular yang menolong melepaskan lilitannya" jelas Wiwin.
Wiwin biasa mendapatkan bayaran mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1.500.000 setiap kali melakukan pentas. Bayaran itu pun dirasanya tidak sebanding dengan risiko yang didapat.
Tariannya itu sudah dipentaskan di berbagai daerah, di antaranya di Losari, Brebes, Jakarta, Indramayu , Kuningan, dan Cirebon. [Baca Juga: Anaknya Nyanyi Bareng Ular, Sutinah Sering Gelisah]
(Abu Sahma Pane)