YOGYAKARTA - Seorang pengacara asal Jawa Timur, Muhammad Sholeh menggugat Undang Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Khusus Yogyakarta (UUK DIY) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan itu dianggap menciderai perjuangan masyarakat Yogyakarta yang mempertahankan keistimewaan DIY. "UUK itu sudah sesuai dengan keinginan masyarakat Yogyakarta, jangan membuat resah masyarakat Jogja dengan gugatan seperti itu," kata pembina Paguyuban Dukuh Gunungkidul, 'Janaloka' Sutiyono kepada Okezone, Kamis (2/6/2016}
Menurut tokoh yang getol yang menyuarakan keistimewaan DIY ini, selama ini masyarakat Yogyakarta berusaha mempertahankan keistimewaan yang dimiliki, bukan meminta. Keistimewaan ditandai komitmen Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman bergabung dengan Republik Indonesia pada 5 September 1945.
"Masyarakat itu sudah berjuang mempertahankan keistimewaan, kita bukan meminta tetapi mempertahankan keistimewaan," katanya.
Dia pun berharap penggugat belajar sejarah mengenai Yogyakarta, sehingga tidak asal menggugat. Sutiyono mengaku siap bergerak untuk mempertahankan keistimewaan Yogyakarta. "Kita siap bergerak, mempertahankan keistimewaan," tandasnya.
Seperti diketahui, Muhammad Sholeh keberatan dengan penetapan Sultan sebagai gubernur
dan Adipati Paku Alam sebagai wakil gubernur. Selain itu, Sholeh juga merasa dirugikan dengan 10 pasal yang ada dalam UUK DIY.
Sepuluh pasal tersebut yakni Pasal 18 ayat (1) huruf c, Pasal 18 Ayat (2) huruf b, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 28 ayat (5) huruf a-k.
Sholeh menilai, khusunya Pasal 28 ayat (5) huruf a-k tentang pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur serta persyaratannya dianggap tidak demokratis.
(Risna Nur Rahayu)