YOGYAKARTA – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui kesulitan dalam membaca teks yang isi tulisannya menggunakan bahasa Jawa Kromo Inggil. Namun, dia bisa memahami arti dan maksud dari tulisan teks bahasa Jawa tersebut.
"Saya bawa teks bahasa Jawa, kalau ta’ baca Anda tidak paham, njelehi to (menyebalkan kan). Lebih baik saya cerita saja," kata Ganjar dengan logat bahasa Jawa Ngoko saat menjadi narasumber dalam Sidang Pleno II Kongres Bahasa Jawa VI di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Rabu (9/11/2016).
Ganjar mengatakan, kesulitan memahami teks bahasa Jawa itu karena banyak sebab, salah satunya karena tidak biasa digunakan dalam keseharian. Meski demikian, bahasa tersebut bisa dipahami saat diucapkan. "Kenapa kok susah dibaca, karena tidak biasa kita gunakan. Tapi ketika kita bicara langsung, sedikit banyak bisa menggunakan bahasa Jawa, benar atau benar," ujarnya.
Bahasa Jawa, kata Ganjar, sudah sedikit pudar karena jarang dipergunakan masyarakat sehari-hari. Para pemerhati bahasa Jawa mulai resah karena tidak menutup kemungkinan bahasa daerah ini bisa tersingkirkan.
Orang nomor satu di Jawa Tengah ini membuat gebrakan supaya bahasa daerah tetap diminati. Salah satunya setiap Kamis, dalam berbagai acara pemerintahan di Pemprov Jateng wajib menggunakan bahasa Jawa.
Tak hanya itu, Ganjar juga mewajibkan seluruh pegawai di Jawa Tengah mengenakan baju daerah setiap tanggal 15. Kebijakan itu dibuat supaya seluruh lapisan masyarakat di Jawa Tengah mencintai budaya daerah masing-masing, termasuk bahasa dan dialegnya.
"Mengenakan baju daerah mudah, bisa lah. Nah, saat Hari Kamis menggunakan bahasa Jawa sulit dipraktekkan. Ini problem, tidak apa-apa, sebisa mungkin tetap menggunakan bahasa daerah," jelasnya.
Logat dan dialeg bahasa Jawa satu daerah dengan daerah lain juga berbeda. Ganjar menyebut logat gaya bahasa Jawa orang Yogya dan Solo yang terkenal halus, berbeda dengan orang Banyumas, Tegal, Cilacap, Pantura, dan lainnya.
"Tidak apa-apa, tunjukkan bahwa anda orang Banyumas dengan dialegnya yang khas, orang pesisir (Pantura) dengan ciri khasnya, orang Solo dan Yogya dengan gaya bahasa yang halus, kita harus bangga memiliki gaya dan dialeg bahasa daerah, gitu lho," ungkapnya.
Ganjar sempat berkunjung ke Suriname, negara bagian di Amerika Selatan bekas jajahan Belanda. Tak sedikit penduduk Suriname pandai menggunakan bahasa Jawa. Sebab di antara mereka merupakan warga Indonesia yang dibawa ke negara tersebut saat penjajahan Belanda.
Beberapa di antara mereka tetap menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari. Tak heran, masih ada penduduk Suriname yang pandai berbahasa Jawa.
Ganjar juga sempat memamerkan foto saat berkunjung ke negara tersebut. Dia juga sempat meminta audiens yang merupakan warga Suriname untuk berdiri. Sebab, ada beberapa orang dari Suriname yang turut hadir sebagai tamu dalam KBJ VI ini.
"Ketika saya berbicara bahasa Inggris, mereka paham. Bahkan ada yang menjawab dengan bahasa Jawa Kromo Inggil, setelah saya tanya ternyata dulunya orang Mlati (Sleman)," tutur politikus PDIP ini.
Melestarikan budaya, kata Ganjar, banyak cara yang bisa dilakukan. Budaya menggunakan bahasa daerah perlu diimplemantasikan dalam berbagai kesempatan. Bahasa merupakan salah satu unsur dari budaya yang ada.
Dalam kesempatan tersebut, Ganjar menyampaikan banyak langkah yang sudah ditempuh dalam mengoptimalkan pengembangan, pelestarian, dan pendidikan bahasa dan sastra Jawa di Jateng. Banyak dialeg yang beragam harus bisa dijadikan pembentuk kepribadian bangsa.
(Feri Agus Setyawan)