Surat Kabar, Elitisme Penjajah dan Perjuangan Kemerdekaan di Tanah Sumatera

Wahyudi Aulia Siregar, Jurnalis
Kamis 09 Februari 2017 23:48 WIB
Pameran Pers di Medan (Foto: Wahyudi/Okezone)
Share :

MEDAN – Hari ini, Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial (PUSSIS) Universtas Negeri Medan (Unimed) menggelar pameran sejarah surat kabar yang pernah terbit di wilayah Sumatera Utara. Pameran yang menjadi bagian dari pelaksanaan perayaan hari jadi organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang kini dikenal sebagai Hari Pers Nasional (HPN) 2017 itu, dilaksanakan di Gedung Juang 45, Jalan Pemuda, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Kamis (9/2/2017).

Dalam pameran tersebut, puluhan lembaran surat kabar tempo dulu, serta perlengkapan penerbitan surat kabar seperti alat cetak, mesin ketik, kamera dan banyak perlengkapan lainnya, dipertontonkan secara terbuka kepada khalayak. Seolah ingin membawa setiap yang datang untuk kembali menohok ke era jurnalisme masa lalu yang penuh dengan idealisme dan semangat perjuangan.

Tapi tunggu dulu, merujuk pada sejarah Sumatera Utara, jurnalisme muncul sekitar tahun 1885. Kala itu jurnalisme yang dikejawantahkan melalui surat kabar, merupakan budaya elit-elit penjajah Belanda. Kebutuhan akan membaca berita setiap pagi hari tiba. Jurnalisme yang menemani sarapan-sarapan mereka.

“Awalnya Belanda yang masuk ke Medan membutuhkan koran sebagai bacaan setelah bangun pagi. Jadi mereka membeli mesin cetak dan membuat surat kabar,”ujar Ketua PUSSIS Unimed, Ichwan Azhari.

Sejurus kemudian, kelompok-kelompok elit lokal juga mengikuti kebiasaan itu sehingga bermunculan surat kabar lokal yang terbit bersamaan surat kabar Belanda.

“Jadi dulu mencetaknya juga masih pakai mesin Belanda. Lama kelamaan ada seorang pengusaha dari Sarikat Tapanuli membeli mesin cetak, dan mulai mencetak sendiri surat kabarnya," katanya.

Surat kabar yang cukup terkenal dalam sejarah pers di Kota Medan adalah Benih Merdeka yang mulai terbit antara tahun 1916 - 1920. Surat kabar ini menceritakan segala gejolak perjuangan merebut kemerdekaan.

“Di masa-masa kemudian, surat kabar menjadi tempat untuk menceritakan perjuangan-perjuangan bangsa. Menyebarkan ide-ide kemerdekaan melawan penjajah,”tukasnya.

Kini barang-barang yang menjadi saksi pergerakan elitism penjajah dan perjuangan kemerdekaan itu kian using. Bahkan mulai hancur termakan usia. Dibutuhkan sebuah perawatan khusus agar barang-barang itu bisa terus mengingatkan setiap anak bangsa di Sumatera, khususnya di Sumatera Utara, akan pentingnya surat kabar dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

“Barang-barang ini butuh perhatian dari pemerintah. Mereka butuh diawetkan agar terus bisa menginspirasi anak bangsa ini,”tandas Ichwan.

(Khafid Mardiyansyah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya