HISTORIPEDIA: Hujan Tusukan dari 60 Senator Romawi Akhiri Kediktatoran Julius Caesar

Silviana Dharma, Jurnalis
Rabu 15 Maret 2017 06:02 WIB
Ilustrasi. Julius Caesar. (Foto: The Famous People)
Share :

GAIUS Julius Caesar adalah jenderal sekaligus politikus Romawi yang paling tenar. Berkuasa sejak Oktober 49 SM, kepemimpinannya dipandang otoriter. Meski memenangi pemilihan sebagai penguasa Romawi dengan permainan kotor, di bawah kepemimpinannya, Romawi mencapai banyak kemajuan yang hasilnya masih bisa dinikmati hingga saat ini.

Kediktatoran Caesar mau tak mau mengundang banyak musuh. Apalagi setelah pada 45 SM, dia kembali ke Roma untuk mengikuti pemilihan konsul ketiganya. Dalam kemenangannya, Julius Caesar mendeklarasikan diri sebagai pemimpin abadi.

Ilustrasi. Rekayasa pembunuhan Julius Caesar pada 15 Maret 44 SM. (Foto: iStock)

Pelantikannya sebagai diktator seumur hidup menuai tentangan dari para senator. Melansir History, Rabu (15/3/2017), dirancanglah rencana pembunuhannya. Bertempat di ruang pertemuan paripurna, pria kelahiran Juli 100 SM itu menemui ajalnya.

Sebelum memasuki ruang rapat, Caesar sejatinya telah diperingatkan. Sebuah surat diselipkan ke tangannya. Nyawanya terancam. Akan tetapi, dia tidak membaca surat kecil tersebut. Saat ia melangkah ke dalam, puluhan senator telah menunggunya. Sepucuk pisau belati teracung di genggaman mereka.

Servilius Casca menjadi yang pertama maju, tanpa ragu, dia menancapkan belatinya ke leher Caesar. Baru kemudian yang lain mengikuti, menusuk berulang kali, tanpa ampun, ke bagian kepala diktator Romawi tersebut.

Tak ada seorang pun yang menolongnya. Ia tenggelam dalam hujan tusukan itu. Teater-teater selalu mengenang peristiwa Ides of March (15 Maret 44 SM) tersebut dengan satu adegan yang tak boleh terlewat, ketika di antara puluhan penikamnya, turut pula anak asuhnya, Marcus Brutus.

Brutus menusuk Caesar tepat di pangkal pahanya. Sebelum menghebuskan napas terakhirnya, Caesar berkata, “Kau juga anakku?”

Marcus Yunius Brutus terkenal dekat dengan Jenderal Julius Caesar. Meski pernah berseberangan dan kalah melawan Caesar, kesalahannya diampuni. Lambat laun dia menjadi anak didik Caesar.

Namun entah apa yang merasukinya, dia mengikuti ajakan saudara iparnya yang juga senator Republik, Gaius Cassius Longinus yang tidak ingin kekuasaan Romawi terus jatuh ke lingkar dalam Caesar. Bahkan sejarah mengenang Brutus sebagai otak pembunuhan sadis terhadap Caesar. Terlepas dari keinginan mereka untuk membawa restorasi dalam tubuh pemerintahan Romawi yang menganut sistem oligarki pada masa itu.

Faktanya, sepeninggal Caesar, Roma larut dalam kemelut perang saudara berkepanjangan. Mark Antony berupaya mewarisi kekosongan kekuasaan tersebut, tetapi mendapat perlawanan keras dari putra angkat Caesar, Octavian (selanjutnya dikenal sebagai Kaisar Augustus).

Antony dan Octavian bertempur selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya, dewi fortuna lebih berpihak kepada Octavian. Ia memukul mundur pasukan Antony dalam Pertempuran Philippa di Yunani. Pada 30 SM, Antony yang sempat bersekutu dengan pasukan mantan kekasih Caesar, Cleopatra, memilih bunuh diri. Sementara Octavian naik sebagai Kaisar pertama Romawi yang membawa transformasi besar, mengubah Romawi yang oligarki menjadi autokratis.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya