KEREN. Satu kata itu langsung tercetus dari benak penulis, saat bola mata memandangi indahnya sebuah lukisan karya Zaenal Beta. Maestro lukisan tanah liat yang sanggarnya berada di salah satu gedung kompleks Fort Rotterdam, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Tapi tunggu, lukisan tanah liat? Bukankah kalau seni lukis itu hanya berupa lukisan cat air atau cat minyak? Memang, tapi inilah yang selama ini digiatkan seniman yang biasa disapa Daeng Beta itu sejak bertahun-tahun lalu.
“Sudah 36 tahun saya menggiatkan seni lukis tanah liat ini. Dulu inspirasi awalnya tidak sengaja,” ujar Daeng Beta.
“Saat kertas lukis saya jatuh ke lumpur, saya lihat bayangan atau siluet benda dari lumpur itu di kertas saya. Dari situ saya kembangkan seni lukis tanah liat ini,” lanjut seniman yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu.
Penulis juga sempat mencobanya. Melukis dengan media tanah liat ini di selembar kertas yang disediakannya, beserta air dan tanah liat.
Sayang, penulis tak punya bakat terhadap seni lukis ini. Lantas Daeng Beta juga menyontohkan bagaimana dengan cepatnya, dia bisa melukis Tongkonan, rumah adat Suku Toraja dalam waktu tiga menit saja.
Tangannya dengan tangkas mengarsir tanah liat dengan air beserta potongan kecil bambu. Dalam waktu singkat, lukisan Tongkonan selesai
“Melukis itu tidak perlu takut salah. Pakai rasa dan keberanian dalam membentuk gambar dengan tanah liat dan air. Kalau ragu, pasti akan kelihatan sekali dari hasilnya,” sambung Daeng Tata.
“Guratan lukisan harus cepat dibentuk sebelum tanah liatnya mengering di atas kertas. Tapi kalaupun mengering, ya bisa diakali dengan titik lukisnya dibasahi lagi secukupnya.
Sebelumnya, Daeng Tata juga sempat “jadi guru” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta sejak 1986. Hasil karya seni lukis tanah liat pertama di dunia ini juga sudah tersebar hingga ke Amerika Serikat, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa.
Hasil karyanya selama ini terjual dengan banderol bervariasi antara Rp150 ribu hingga Rp25 juta. Tapi sayangnya, karya-karyanya juga sering dicibir seniman-seniman lain.
“Saya dulu pernah tanya dengan seniman-seniman lain. Apa dengan media tanah liat bisa disebut seni lukis juga? Mereka banyak yang tidak terima dan selalu memandang dengan sebelah mata lukisan tanah liat,” tandasnya.