KEHEBOHAN tentang sejarah kelam di masa perang kemerdekaan Indonesia (Perang Dekolonisasi menurut Belanda) 1945-1950, sempat mencuat setelah kemunculan hasil penelitian Rémy Limpach. Dalam bukunya, Limpach menuangkan beberapa fakta baru tentang kejahatan perang Belanda di negeri kita.
Buku ‘De Brandende Kampongs van Generaal Spoor’ atau kalau diterjemahkan: “Kampung-Kampung yang Dibakar Jenderal (Simon) Spoor” itu, mengungkap beberapa fakta bahwa kejahatan perang Belanda di Indonesia, bukan insidental, melainkan struktural.
Jelas pemerintah Belanda pasang perhatian terhadap buku ini yang belakangan, akhirnya menghendaki adanya penelitian kembali. Penelitian yang akan membuka lagi berbagai versi sejarah yang terlewatkan pada penelitian sebelumnya di tahun 1969.
Sedikitnya hal ini diketahui penulis dari lampiran surat kesepakatan antara 3 lembaga yang akan melakukan penelitian. Lampiran yang dikirimkan aktivis dan juga Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Jeffry M Pondaag via surat elektronik (surel).
Tiga lembaga yang dimaksud (akan melakukan penelitian kembali di Indonesia) adalah KITLV (Koninklijke Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde) atau Institut Ilmu tentang Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda, NIMH (Nederlands Instituut voor Militaire Historie) atau Institut Sejarah Militer Belanda, serta NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie) atau Institut Dokumentasi Perang Belanda.
Ketiganya sudah diberikan lampu hijau oleh pemerintah dan parlemen Negeri Kincir Angin, di mana ketiganya juga akan diberikan sokongan finansial, untuk melakukan penelitian lanjutan.
Setidaknya ada 9 poin penelitian yang telah disepakati tiga lembaga itu sejak 9 Februari 2017, untuk dilakukan dalam tempo yang belum dibeberkan detailnya kapan.
Poin pertama agenda penelitiannya adalah pembuatan sebuah sintesis atau sebuah studi singkat sekira 300 halaman. Yang kedua, agenda penelitan “Periode Bersiap” yang terjadi akhir 1945 hingga awal 1946 di Indonesia (Hindia Belanda menurut Belanda).
Agenda penelitian soal “Periode Bersiap” ini sedianya lumayan sensitif untuk diungkap. Ketiganya akan memetakan akibat-akibat psikologis bagi militer dan penduduk sipil Belanda – pasca Proklamasi RI 17 Agustus 1945 yang belum diakui Belanda.
“Kenapa psikologis tidak diteliti atau diperiksa pula sebelum Jepang menjajah Hindia Belanda yang membuat orang-orang pribumi jadi manusia kelas lima,” ketus Jeffry via surelnya kepada Okezone.
Sementara itu agenda penelitian ketiga adalah soal konteks politik pemerintahan. Yang keempat adalah agenda penelitian tentang konteks politik internasional.
Kelima, agenda penelitian komparatif perang dekolonisasi dan counterintersurgency. Keenam adalah penelitian tentang perang asimetris, yakni terkait skala luas kebijakan dan tindakan militer serta yustisi.
Agenda penelitian ketujuh berikutnya adalah studi-studi regional. Yakni penelitian tentang interaksi kekerasan ekstrem dari sisi Belanda dan Indonesia dengan bekerjasama dengan para sejarawan Indonesia.
Kerja sama dengan para sejarawan Indonesia juga akan dilakukan KITLV, NIMH dan NIOD dalam agenda penelitan kedelapan dan sembilan, yakni penelitian tentang dampak sosial yang berlarut-larut, serta penelitian tentang pernyataan saksi-saksi atau rekan sezaman.
“Atas nama siapa sejarawan Indonesia bekerja sama? (Bambang Purwanto dan Abdul Wahid dari Universitas Gadjah Mada). Negara (pemerintah) kita harusnya jangan diam dan perhatikan bagaimana di Belanda melihat masalah ini,” tandas Jeffry.