Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

OKEZONE STORY: Jelang Momen 28 Oktober, Mengungkap Ketegangan Kongres Pemuda II yang Diintai Puluhan Intel Belanda

Hantoro , Jurnalis-Sabtu, 21 Oktober 2017 |07:33 WIB
OKEZONE STORY: Jelang Momen 28 Oktober, Mengungkap Ketegangan Kongres Pemuda II yang Diintai Puluhan Intel Belanda
Salah satu diorama di Museum Sumpah Pemuda
A
A
A

PATUNG memorabilia tiga mahasiswa anggota Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang tengah belajar dan berdiskusi seakan menyambut kedatangan Okezone di depan pintu ruang utama Museum Sumpah Pemuda, di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat 10420. Pada bagian dalam bangunan lama ini juga tampak papan-papan besar yang tertempel rapi di dinding bertuliskan keterangan kejadian bersejarah saat itu.

Bagian yang menyita perhatian Okezone tentu saja di ruang tengah Museum Rumpah Pemuda. Di sana terdapat tujuh pelajar sedang menggelar Kongres Pemuda II. Kegiatan ini dipimpin Soegondo Djojopuspito yang duduk di tengah. Lalu ada Muhammad Yamin yang menulis kesimpulan kongres berupa Sumpah Pemuda. Kemudian empat anggota lain dan seorang violin bernama Wage Rudolf Supratman yang memperkenalkan lagu 'Indonesia'. Lagu inilah yang akhirnya menjadi lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' milik negara kita.

"Ini ruang kongres, jadi ruang kongresnya itu luas dari sini sampai ruang itu tadi (halaman samping). Yang di dalam ini kurang lebih 80 orang. Pemuda dari seluruh Indonesia, tapi bukan datang dari tempat asalnya, jadi yang kuliah di sini (Jakarta)," ujar Bakti Ari, staf informasi Museum Sumpah Pemuda, beberapa waktu lalu.

(Baca: OKEZONE STORY: Jelang Momen 28 Oktober, Kenali Asal Mula Museum Sumpah Pemuda)

Dijelaskan pula, terjadi suasana tegang ketika digelarnya Kongres Pemuda II. Sebab di antara para peserta ternyata juga disisipi sekira 30 anggota intelijen Pemerintah Hindia-Belanda. Mereka bertugas mencegah kongres mengarah ke aksi kemerdekaan Republik Indonesia.

Para pemuda Tanah Air pun sadar tengah diintai, maka itu mengarahkan kegiatan kongres ke hal-hal yang bersifat pemersatu. Pengintaian para intelijen yang sangat banyak ini sebenarnya berawal dari Kongres Pemuda I yang dihadiri kawula muda dari berbagai suku Indonesia. Mereka khawatir para pemuda nantinya menuntut kemerdekaan.

"Nah akhirnya sewaktu Kongres Pemuda II ini intelnya diperbanyak, dari yang semula hanya 5–10, di sini bisa 30 lebih. Para tokoh pemuda sadar mereka diintai, karena saat Kongres Pemuda I hingga menuju Kongres Pemuda II sudah dimata-matai, sudah diintai kegiatan seperti apa. Bahkan waktu untuk mengurus izin ke Pemerintah Hindia-Belanda, itu juga sulit, enggak gampang. Syaratnya itu, kongres boleh digelar tapi harus ada intel yang mengawasi. Jadi di sini ada intelijen semua," papar Bakti Ari.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement