COX’S BAZAR – Dua pekan sudah krisis kemanusian kembali pecah di Rakhine, Myanmar. Sedikitnya 300 ribu etnis Rohingya tercatat melarikan diri ke Bangladesh dan ditampung di Cox’s Bazar. Tingginya angka pengungsi memicu kekhawatiran terjadinya krisis bantuan kemanusiaan di tempat penampungan.
BACA JUGA: Krisis di Rakhine, AS: Bantuan Dunia Harus Sampai ke Muslim Rohingya
Untuk itu, PBB sudah meminta agar bantuan kemanusiaan segera dialirkan ke Cox’s Bazar. Sebab, para pengungsi mulai kelaparan dan mengalami trauma akibat krisis di Rakhine. Rasa frustrasi dan kelaparan tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda berkurang sedikit pun.
“Sangat penting badan kemanusiaan yang ada di Cox’s Bazar untuk memiliki sumber daya yang dibutuhkan demi menyediakan bantuan darurat kepada orang-orang rentan yang terpaksa melarikan diri dari rumahnya dan tiba di Bangladesh tanpa membawa apa pun,” ujar Koordinator PBB di Bangladesh, Robert Watkins, sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (10/9/2017).
Dalam pernyataan resminya, Watkins mengumumkan badan-badan kemanusiaan yang beroperasi di Cox’s Bazar membutuhkan dana sekira USD77 juta (setara Rp1 triliun). Dana akan digunakan untuk membantu ratusan ribu pengungsi Rohingya yang sedang ditampung dan yang diperkirakan akan datang dalam waktu dekat.
Sebagaimana diketahui, kekerasan kembali meletus di Rakhine sejak serangan terhadap sejumlah pos pengamanan pada 25 Agustus oleh kelompok militan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA). Serangan tersebut dibalas dengan operasi militer tentara Myanmar yang cenderung agresif dan mengabaikan kemanusiaan.
Operasi militer tersebut juga menutup jalur bantuan kemanusiaan ke Rakhine dan para pengungsi Rohingya. Namun, ARSA baru saja mengumumkan gencatan senjata selama satu bulan demi memberi jalan agar warga Rakhine yang masih bertahan di rumahnya, dapat memperoleh bantuan kemanusiaan.
BACA JUGA: Demi Redakan Krisis Kemanusiaan, Pemberontak Rohingya Umumkan Gencatan Senjata
Sementara itu, ribuan warga Rakhine yang melarikan diri dari rumahnya masih terjebak di antara perbatasan Myanmar dengan Bangladesh. Kondisi mereka amat memprihatinkan karena tidak mendapat makanan. Banyak di antara pengungsi itu masih berupaya menyeberang ke perbatasan lewat jalur-jalur yang tersedia.
(Wikanto Arungbudoyo)