LAS VEGAS - Mesin permainan masih berdering dan minumannya masih terus mengalir. Tetapi, pesta tersebut tidak terasa sama di Las Vegas Strip yang terkenal di dunia pada Senin malam; hanya 24 jam setelah seorang pria bersenjata melakukan penembakan massal paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat modern.
Suasana hati yang muram itu terutama terasa di Mandalay Bay Resort and Casino, di mana polisi mengatakan seorang pensiunan dengan senjata api menembakkan ratusan peluru ke kerumunan penonton konser di bawah kamarnya. Tragedi ini menewaskan sedikitnya 59 orang dan melukai lebih dari 500 orang.
BACA JUGA: Korban Penembakan di Las Vegas Capai 59 Orang, Terbesar Sepanjang Sejarah AS
Hening merebak di lobi hotel Mandalay yang pada waktu normal, sibuk dengan kegembiraan hampir setiap jam baik siang atau malam. Penjudi yang berteriak-teriak, para pengunjung dengan koktail besar, kalangan atas yang keluar untuk menikmati malam yang mahal, tak satu pun tampak malam itu.
Sebagai gantinya, beberapa penjudi soliter duduk dengan mata berkaca-kaca di depan mesin slot di lobi. Empat petugas keamanan segera membawa seorang reporter Reuters keluar saat dia mencoba mewawancarai seorang tamu kasino.
"Sungguh menakutkan, orang-orang mencoba menikmatinya, tapi ada awan yang menggantung di atas kota sekarang," kata Greg Hartnett, 31, yang melancong ke Las Vegas untuk menikmati kunjungan pertamanya di Vegas pada hari sebelumnya.
BACA JUGA: Stephen Paddock, Penembak Sadis di Las Vegas Itu Penjudi Profesional yang Berperilaku Ganjil
Hartnett, yang tinggal di dekat lokasi pembantaian 32 orang di universitas Virginia Tech, mengatakan bahwa peristiwa pada Minggu mengingatkannya pada penembakan massal saat itu.
"Itu benar-benar menunjukkan sisi gelap umat manusia," katanya.