MAMUJU UTARA – Terbitnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jadi tonggak awal berdirinya Kabupaten Mamuju Utara yang dulunya terdiri dari 4 kecamatan yang masuk dalam Kabupaten Mamuju. Kabupaten yang segera berganti nama menjadi Pasangkayu ini diresmikan pada 25 Februari 2003. Ada dua tokoh penting pemekaran, yakni Agus Ambo Djiwa yang sekarang menjadi bupati dan sang kakak, Yaumil Ambo Djiwa.
Agus kepada Okezone menjelaskan, dulunya empat kecamatan yang sekarang jadi satu kabupaten, yakni Pasangkayu, Sarudu, Baras dan Bambalamotu sangat terpencil dan tak tersentuh pembangunan. Untuk ke Donggala, sebuah kabupaten di Sulawesi Tengah saja harus menggunakan kapal layar yang sangat bergantung tiupan angin. Waktu perjalanan bisa lebih dari tiga hari.
Perekonomian masyarakat kala itu tak berkembang karena terbatasnya akses jalan. Masyarakat kesulitan untuk memasarkan hasil perkebunan kelapa dalam yang jadi sumber mata pencaharian warga kala itu.
Tapi wajah Mamuju Utara kini telah berubah. Tidak ada lagi desa yang tak tersentuh oleh fasilitas jalan. Warga desa juga terus dibina dan dibantu untuk bisa bekerja dan meningkatkan perekonomiannya.
Agus Ambo Djiwa yang menjabat sebagai bupati dua periode menjelaskan, pada periode pertamanya menjabat, dirinya menekankan program membangun daerah dari pinggiran. Dari sanalah tercetus Desa Smart atau Sejahtera, Mandiri dan Bermartabat.
Untuk mensukseskan program itu, Agus membangun komunikasi yang intens dengan masyarakat desa. Caranya cukup unik, yakni dengan berkantor di setiap desa selama dua hari. Seluruh pejabat kabupaten tak menginap di rumah warga, tapi di tenda yang memang khusus dibangun untuk menyediakan berbagai pelayanan bagi masyarakat desa.
“Kami buat program bermalam di desa, libatkan stakeholder, pemerintah secara umum, termasuk muspida. Kita berkantor di desa, kantor yang di sini kita pindahkan ke desa sehingga rakyat paham dan bisa terbuka menyampaikan gagasan, konsep dan lain-lain. Jadi tidak boleh yang membangun itu pemerintah saja, harus terlibat semua,” kata Agus.
Agus mengaku cara tersebut sangat efektif untuk membangun desa. Hubungan pemerintah dengan masyarakat pun jadi cair sehingga program-program yang dicanangkan bisa berjalan dengan baik.
Salah satu programnya di periode pertama yang sukses mengangkat taraf perekonomian masyarakat adalah membangun jalan-jalan yang menghubungkan seluruh desa dan dusun. Ada sekitar 1.400 kilometer jalan yang dibangun. Otomatis, kini tak ada lagi wilayah di Mamuju Utara yang terisolir.
Pada periode keduanya memimpin Mamuju Utara, Agus kini fokus membangun wajah kota Pasangkayu. Sejumlah pembangunan terlihat di sana-sini, mulai dari pembangunan tempat wisata di Pantai Pasangkayu, masjid hingga alun-alun.
“Orang ke mana-mana lihat kemajuan daerah itu dari kotanya,” kata Agus.
Pembangunan di Mamuju Utara menggunakan konsep SMART dengan sejumlah kepanjangan. Untuk filosofi, SMART bermakna Sauraja atau pusat pemerintahan, Masjid, Alun-alun dan Ruang Terbuka. Selain itu, konsep itu juga jadi fokus pembangunan, yakni SMART (Sistem, Manusia, Alam, Ruang dan Teknologi).
Pembangunan yang paling mencolok tampak di sepanjang garis Pantai Pasangkayu. Proses pembangunan berbagai sarana rekreasi dikebut setelah mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah Pusat, lewat inisiasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tiga tahun ke depan, (Mamuju Utara) berubah total,” kata Agus optimistis.
Perekonomian masyarakat Mamuju Utara juga meningkat drastis. Bahkan menurut Agus, pertumbuhan ekonomi rata-rata di daerahnya sebesar 12 persen. Income per kapita bahkan mencapai Rp50 juta, di atas rata-rata nasional sebesar Rp40 juta. Tingkat kemiskinan juga hanya tercatat sebesar 4,6 persen.
“Praktis, semua punya aktivitas, semua warga di sini punya lahan, sawit kita bagus. Jadi kalau ada yang miskin itu karena malas saja,” ujar Agus.
Taraf hidup masyarakat juga bisa semakin membaik dengan adanya program tambak udang paname dengan luas lahan 13 ribu hektare. Investor nantinya akan membangun tambak di lahan milik warga, yang nantinya akan mendapat 10 persen dari keuntungan. 10 tahun kemudian, tambak akan dimiliki sepenuhnya oleh warga.