Amandemen tersebut dilakukan kurang dari sebulan setelah pengakuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahwa seluruh wilayah Yerusalem adalah Ibu Kota Israel. Pengakuan tersebut memicu protes besar-besaran dari seluruh dunia karena status Yerusalem seharusnya ditentukan lewat perundingan antara Israel dengan Palestina sebagai pihak yang bertikai.
Perundingan antara Israel-Palestina, yang dimediasi Amerika Serikat, menemui jalan buntu sejak 2014. Jika perundingan itu dilanjutkan dan mencapai kesepakatan, maka tentu saja ambang batas baru yang ditetapkan parlemen Israel itu akan menyulitkan upaya penyerahan Yerusalem.
Status Yerusalem menjadi salah satu isu paling sensitif dalam konflik lima dekade antara Israel dengan Palestina. Negara Yahudi itu mencaplok Yerusalem Timur lewat Perang Enam Hari pada 1967. Langkah Israel itu dianggap ilegal oleh dunia internasional karena bertentangan dengan resolusi PBB.
BACA JUGA: 5 Titik Penting Yerusalem, Kota Suci yang Diperebutkan Israel-Palestina
Sebagaimana termuat dalam resolusi 181 PBB pada 1947, Yerusalem dibagi menjadi tiga wilayah yakni milik Negara Yahudi (Israel), negara Arab, dan rezim internasional khusus untuk Yerusalem dan Betlehem. Namun, Israel mencaplok wilayah yang seharusnya milik Palestina pada Perang Enam Hari 1967.
(Wikanto Arungbudoyo)