PADA 8 Maret 1669, Gunung Etna di pulau Sisilia di Italia mulai bergemuruh. Beberapa letusan yang terjadi beberapa pekan setelahnya menyebabkan lebih dari 20,000 orang tewas dan memaksa ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Sebagian besar korban yang tewas sebenarnya bisa menyelamatkan diri mereka sendiri dengan meninggalkan kota. Namun, mereka malah tetap tinggal dan melakukan upaya sia-sia untuk menyelamatkan kota mereka.
Gunung Etna menjulang kokoh di Pulau Sisilia dengan ketinggian 3.352 meter di atas permukaan laut di timur Sisilia. Sejarah geologi Gunung Etna menunjukkan bahwa telah secara periodik memuntahkan abu dan lahar selama ribuan tahun.
Dilansir History, letusan pertama Gunung Etna tercatat terjadi pada 475 sebelum masehi (SM), menjadikan gunung itu gunung berapi paling aktif di Eropa. Pada 1169, sebuah gempa yang terjadi sesaat sebelum letusan gunung itu telah meneewaskan 15.000 jiwa di Sisilia.
Namun, meski ada bahaya tinggal di sekitar gunung berapi, letusan gunung membuat tanah di sekitarnya daerah itu sangat subur sehingga banyak desa kecil berkembang di lereng gunung.
Saat Etna mulai bergemuruh dan mengeluarkan gas pada 8 Maret, penduduk di sekitar mengabaikan peringatan akan letusan yang lebih besar.
Tiga hari kemudian, Etna tersebut mulai memuntahkan asap berbahaya dalam jumlah besar. Sekira 3.000 orang yang tinggal di lereng gunung meninggal karena sesak napas.
Keadaan bertambah buruk setelah Etna segera memancarkan sejumlah besar abu dan lava cair.
Abu vulkanis dimuntahkan dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga jumlah yang signifikan turun di bagian selatan daratan Italia, dalam beberapa kasus hampir 160 kilometer. Lava juga mulai mengalir ke sisi selatan gunung menuju kota Catania, sekira 30 kilometer ke selatan.
Saat itu, Kota Catania memiliki sekitar 20.000 penduduk, sebagian besar gagal pergi dari kota pada waktunya.
Diego de Pappalardo, seorang penduduk kota, memimpin sebuah tim yang beranggotakan 50 orang ke Gunung Etna, untuk berusaha mengalihkan arus lahar. Mengenakan kulit sapi yang direndam dalam air, orang-orang itu dengan berani mendekati lahar menggunakan batang besi panjang, tongkat dan sekop. Mereka berhasil membuka lubang di dinding lava yang mengeras yang telah berkembang di luar aliran lahar dan mengarahkan alirannya ke barat dari lubang yang baru.
Namun, upaya mereka diketahui penduduk Paterno, sebuah kota yang terletak di sebelah barat daya Etna. Penduduk Paterno menyadari bahwa arus lahar baru ini dapat membahayakan kota mereka sendiri. Mereka pun melakukan perlawanan terhadap penduduk Catania sementara lubang lava kembali mengeras dan terisi.
Selama beberapa pekan berikutnya, lahar mengalir ke arah Catania dan laut. Namun, warga yang berharap aliran lahar akan berhenti atau tertahan tembok kota mereka tidak juga mengungsi.
Akhirnya sebagian besar Kota Catania hancur seperti juga 14 kota dan desa lainnya. Bencana ini dan menyebabkan sekira 17.000 warga Catania tewas dan 27.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Setelah bencana ini, diputuskan bahwa upaya untuk memanipulasi aliran lava alami dilarang dilakukan di Italia. Peraturan ini tetap berlaku sampai ratusan tahun kemudian.
(Rahman Asmardika)