JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membeberkan penyebab pencairan tanah alias likuifaksi yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, pascagempa berkekuatan 7,4 skala Richter (SR) mengguncang daerah tersebut.
Menurut Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Tsunami BMKG Weniza, likuifaksi terjadi karena faktor yang kehilangan kekuatan pascagempa. Oleh karenanya, tidak ada daya ikat yang dapat menahan tanah tersebut.
(Baca juga: Video Kengerian saat Lumpur Menyapu Bangunan di Sigi Akibat Gempa Palu)
"Likuifaksi disebabkan oleh hilangnya kekuatan tanah yang disebabkan guncangan gempa sehingga tidak memiliki daya ikat," kata Weniza kepada Okezone, Senin (1/10/2018).
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono menjelaskan dampak-dampak likuifaksi yang terjadi di Palu. Beberapa di antaranya yakni tanah terbelah dan dapat menenggelamkan rumah.
(Baca juga: Dibutuhkan Lebih Banyak Alat Berat Evakuasi Korban Gempa Palu-Donggala)
"Dampak likuifaksi yakni tanah terbelah, tanah menjadi bubur, menenggelamkan rumah, rumah miring, dan rumah bisa pindah tempat," ujar Daryono.
Sebelumnya, gempa berkekuatan 7,4 SR sempat mengguncang Sulawesi Tengah pada Jumat, 28 September 2018 sore. Gempa tersebut menimbulkan tsunami atau gelombang tinggi di bagian pesisir Kabupaten Donggala, Mamuju Utara, dan Palu.
Berdasarkan laporan terakhir dari BNPB, sudah ada 844 korban tewas akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Sementara itu, 540 korban luka berat masih dirawat di rumah sakit dan hampir seluruh bangunan di Kota Palu hancur.
Dalam beberapa video yang viral di media sosial, terjadi kengerian saat likuifaksi. Beberapa rumah, tanah, serta pepohonan bergerak pascagempa.
Munculnya lumpur dari permukaan tanah yang menyebabkan amblasnya bangunan dan pohon di Kabupaten Sigi dekat perbatasan Palu akibat gempa 7,4 SR adalah fenomena likuifaksi (liquefaction) Likuifaksi adalah tanah berubah menjadi lumpur seperti cairan dan kehilangan kekuatan. pic.twitter.com/uxTODECMEX
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) 29 September 2018
(Qur'anul Hidayat)