BAGI sebagian besar muslim di Indonesia, ziarah makam sudah mentradisi. Dari kuburan keluarga hingga ulama, habaib atau pejuang yang disakralkan. Makam-makam yang dianggap keramat biasanya tak pernah sepi peziarah. Ada yang datang sendiri atau berkelompok.
Mereka ada yang sekadar berdoa, melepas nazar, berharap berkah hingga berwisata religi.
Seperti yang terlihat di makam Habib Gubah Al Haddad atau lebih dikenal Mbah Priok. Terletak di area 3,4 hektare di dekat Pelabuhan Tanjung Priok, Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara, makam Mbah Priok yang sudah dipugar tak pernah sepi peziarah.
"Setiap hari selalu ramai. Tapi jika lebih ramai itu saat malam Jumat, malam Sabtu dan malam Minggu," ujar pengurus dan penjaga makam Mbah Priok, Saipul ketika berbincang dengan Okezone, tengah pekan ini.
Masyarakat datang ke makam Mbah Priok, menurut Saipul, tujuannya macam-macam. Mulai dari berziarah, bersilahturahmi, berdoa hingga sekadar minum “mata air barakah” yang diyakini memiliki khasiat seperti air zam-zam. Pengunjungnya bukan hanya dari lokal, tapi ada juga dari luar negeri.
Itu tak lepas dari sosok Habib Hubah Al Haddad yang merupakan salah satu penyebar Islam di Jakarta dan orang yang memberikan nama Tanjung Priok.
"Karena beliau memberi nama Tanjung Priok. Itu tadi dia juga yang menyebarluaskan agama Islam di Jakarta setelah Habib Husain bin Abubakar Alaydrus di Luar Batang," terang dia.
Pada 14 April 2010, sempat terjadi kerusuhan yang dipicu dari rencana eksekusi tanah di sekitar makam Mbah Priok. Pasca-kerusuhan itu, peziarah ke makam Mbah Priok makin ramai.
"Di sini semakin ramai yang mengujungi setelah kejadian 2010 yang di mana ada perang sama Satpol PP," beber Saipul.
"Air barakah" di makam Mbah Priok (Harits/Okezone)
Dani (47), seorang warga mengaku sering berziarah ke makam Mbah Priok sejak empat tahun terakhir. "Bisa seminggu tiga kali, tapi tergantung kalo lagi senggang ketika tak bekerja," ujarnya.
"Hanya untuk beribadah saja, dan sekaligus berwisata religi," tutur Dani.
Di Jakarta, bukan hanya Mbah Priok yang menyedot banyak peziarah. Makam Habib Ali Al Habsy atau Habib Kwitang di Kwitang, Jakarta Pusat juga memiliki daya tarik. Selain itu ada makam Pangeran Jayakarta di Jatinegara, makam Al Hawi di Condet, makam Habib Husain bin Abubakar Alaydrus di Luar Batang, makam Habib Ahmad bin Alwi Al Hadad alias Habib Kuncung di Kalibata dan lainnya. Sebagian orang menganggap makam-makam tersebut keramat.
Epri, penjaga makam Habib Ali Kwitang mengutarakan jika makam yang berada di tengah pemukiman warga itu juga ramai dikunjungi pexiarah saban hari. "Baik pagi, siang, sore hingga malam hari," papar Epri.
Epri menyebutkan salah satu yang jadi daya tarik makam tersebut, selain sosok almarhum Habib Ali Kwitang yang merupakan ulama terkemuka, juga mata air bernama syifa. Mata air itu berada dekat makam Habib Kwitang. Pengunjung meyakini air tersebut khasiatnya seperti air zam-zam.
"Dia (Habib Kwitang) punya peninggalan air Syifa di sumur yang umurnya sudah 300 tahun. Bahkan pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun pernah meminum air tersebut ketika berkunjung," katanya.
Makam Habib Ali Kwitang (Harits/Okezone)
Selain berdoa dan bertahlil, para peziarah makam Habib Kwitang juga banyak yang berharap berkah.
"Jadi kadang juga ada peziarah meminta dibacakan tahlil dengan saya. Di situ mereka minta saya pimpin doanya untuk melancarkan rezeki, kesehatan, ada juga yang minta di doaian agar dapat pergi umrah dan juga mendoakan anaknya untuk cepat lulus kuliah," ungkap Epri.
Habib Ali Kwitang meninggal dunia pada 1968. Lokasi pemakamannya sekarang adalah tempat dulu dia sering salat. Enam tahun setelah meninggal, makam Habib Kwitang mulai banyak diziarahi.
“Mulai ramai di kunjungi pada tahun 1974," tandas Epri.
Bukan hanya dari dalam negeri, peziarah juga datang dari luar negeri. "Ada dari Brunei (Darussalam), Malaysia, Singapura. Kalau dari domestik itu beragam seperti kota-kota besar, dari Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat," imbuh dia.
Ahmad Al Hasbi, misalnya. Dia dari kecil sejak masih SD sudah diajari neneknya untuk berziarah ke makam ulama. “Diajak setiap minggunya untuk ke sini," kata Ahmad saat ditemui di makam Habib Ali Kwitang.
Menurut Ahmad, neneknya selalu mengajari anak dan cucunya agar dekat dengan ulama dan mengikuti sikap teladannya, karena ulama adalah pewaris para nabi. Selain dekat ulama yang masih hidup, dirinya juga berupaya berziarah ke makam-makam ulama sebagai bentuk takzim ke guru.
"Jadi kita diajarkan untuk keliling ke makam-makam, seperti makam Habib Husain bin Abubakar Alaydrus di Luar Batang," kata dia.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud mengatakan tradisi berziarah makam merupakan kebiasaan turun temurun. "Dari zaman Rasulullah sampai sekarang," katanya.
"Apa tujuanya ziarah kubur? Itu agar kita mengingat mati. Agar kita mengingat mati bahwa ternyata orang hidup bakal mati," terang dia
Tak hanya itu, Marsudi mengaggap dengan berziarah ke makam seperti ke makam wali, habib, ulama ataupun pahlawan bangsa juga dapat memberikan edukasi.(sal)
(Fiddy Anggriawan )