JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima hasil laporan dari pemantauan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Novel Baswedan. Setidaknya, pengamatan yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi itu dilakukan dari Februari hingga Agustus 2018.
"Ini akan kami baca dan kami pelajari. Kita mengucapkan terima kasih atas segala dukungan dan berharap kerja-kerja kita untuk memberantas korupsi tidak berhenti dengan teror-teror seperti itu," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (15/1/2019).
Metodelogi penyusunan laporan itu dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan dan penelusuran informasi dari delapan sumber, yaitu melakukan wawancara dengan saksi-saksi terkait dan sejumlah pernyataan dari Polri atas kasus Novel, serta keterangan dari Ombudsman, Komnas HAM, dan analisis.
Dari pengamatan sekitar tujuh bulan itu, pertama dapat dikatakan penyerangan terhadap Novel patut dicurigai sebagai upaya pembunuhan berencana. Hal ini dilihat dari beberapa indikator, yaitu motif serangan, modus penyerangan, dampak, dan pelaku serangan.
Kemudian, yang kedua, upaya pembunuhan berencana terhadap Novel tersebut merupakan salah satu serangan terhadap KPK, dengan tujuan menghalangi upaya pemberantasan korupsi. Kesimpulan ini dilihat dari kesamaan motif, pelaku, dan pola serangan terhadap pegawai dan lembaga KPK.
Temuan ketiga, aktor penyerangan Novel dapat dikategorikan ke lima kategori berdasarkan perannya. Pihak pengintai dan eksekutor lapangan, pihak menggalang dan penggerak penyerangan, pihak berkepentingan, anggota kepolisian yang diduga terkait penggerak, dan terakhir saksi yang mengetahui penyerangan.
Temuan keempat, kepolisian diduga telah mengetahui sejak awal penyerangan tersebut. Sayangnya, polisi tidak bisa melakukan pencegahan karena ada keterlibatan petinggi Polri.
Temuan kelima, penyidikan patut diduga sengaja tidak mengungkap kasus kekerasan terhadap Novel. Artinya, ada indikasi pengaburan dan pengambangan penindakan atas serangan Novel dalam bentuk penghilangan sidik jari, melepaskan orang yang patut diduga sebagai pelaku lapangan, inkonsistensi keterangan Mabes Polri, pemeriksaan saksi tanpa surat pemanggilan, terdapat dua sketsa wajah yang dirilis Polri, dan ada beberapa titik CCTV yang tidak diambil penyidik.
Temuan keenam, adanya upaya menutupi jejak penyidikan yang tidak sesuai dan menghancurkan kredibilitas Novel. Di antaranya penyidik, termasuk salah satu komioner Ombudsman cenderung menyalahkan korban serta menyebarkan informasi tidak benar mengenai pemeriksaan Novel.
Temuan terakhir, pimpinan KPK melakukan pembiaran berupa tidak memberi tindakan perlindungan nyata kepada Novel, juga kepada para penyidik dan pegawai lainnya ketika mendapat ancaman berulang kali terjadi. Pimpinan KPK juga dinilai tidak menggunakan kewenangannya untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan menghalangi penegakan hukum.