JAKARTA - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan ada penyebar hoax yang dilakukan oleh pelaku teror yang dilakukan selama masa kampanye Pemilu 2019.
"Ada, yang kami tangkap kemarin Y dan SN. SN ini masih dikejar, SN memerintahkan kepada Y, Y mengupload di media sosial. Tentang apa bentuknya ancaman langsung kepada anggota-anggota kepolisian yang melaksanakan tugas di lapangan akan dibunuh," kata Dedi kepada wartawan, Kamis, (21/3/2019).
Perlu diketahui Y alias Khodijah merupakan seorang perempuan asal Klaten terkait dengan penangkapan terduga teroris Husain alias Abu Hamzah (AH) di Sibolga, Sumatera Utara (Sumut).
Selain Y kata Dedi, ada pula Abu Ricky terduga teroris yang juga ditangkap di Riau. Ia juga berkaitan dengan Abu Hamzah. "Kita masukan UU Nomor 5 Tahun 2018," ungkapnya.
Baca Juga: Pelaku Hoax Bisa Dikenakan UU Terorisme, Mabes Polri: Tergantung Hasil Analisa
Kendati demikian lanjutnya, apabila para penyebar hoax kaitannya dengan pemilu pihaknya memberikan kepada Bawaslu terlebih dahulu.
"Bawaslu yang mengasesment ini bagian dari timses paslon atau tidak. Kalau ini berasal dari pasangan calon maka di asesment Bawaslu dan dianalisa dengan para ahli, ini masuk pelanggaran pemilu apa pidana pemilu kalau masuk pelanggaran Pemilu maka diselesaikan Bawaslu. Kalau pidana pemilu dilimpahkan ke Gakumdu," terangnya.
"Kalalu dari Bawaslu mengasesement pelakunya bukan dari timses diterapkan UU pidana umum. Kalau narasinya penghinaan, masuk pasal penghinaan," tukasnya.
Sebelumnya Dedi menjelaskan bahwa bisa atau tidaknya menjerat pelaku hoax dengan Undang-Undang Terorisme bergantung pada hasil penyidikan dan berdasarkan fakta hukum.
"Jadi dari kepolisian berpijak kepada fakta hukum yang ditemukan penyidik. Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan, pertama penyebar hoax dapat dikenakan UU (Nomor) 5 (Tahun) 2018 karena sesuai dengan Pasal 1 huruf 1 ada unsurnya disitu adalah ancaman kekerasan atau menimbulkan suasana teror dan takut secara meluas," ungkapnya.
Baca Juga: Wiranto Minta Penyebar Hoaks Dijerat UU Terorisme, DPR: Jangan Ngawur!
Apabila lanjut Dedi, pelaku menyebarkan melalui medsos nanti dari sisi perspektif hukum, penyidik akan membuktikan dulu siapa yang bersangkutan, kemudian latar belakangnya apa, itu bisa dikenakan UU Terorisme.
"Dan juga Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2018 apabila pelakunya memiliki jaringan atau masuk dalam suatu jaringan terorisme. Itu perlu pendalaman yang boleh dikatakan mengundang beberapa saksi ahli untuk menguatkan konstruksi hukumnya," paparnya.
(Edi Hidayat)