DEPOK - Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok memulangkan berkas dugaan pungli yang dilakukan Lurah Kalibaru Abdul Hamid (50) ke penyidik Tipikor Polresta Depok. Pengembalian tersebut lantaran berkas dinyakatan belum lengkap atau P 18.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, Sufari meminta agar penyidik Tipikor segera melengkapi berkas sesuai dengan petunjuk yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Setiap penanganan perkara, kalau ada petunjuk P21 kan biasa, tergantung dengan petunjuk yang dipenuhi, kalau lengkap sekali cukup," jelasnya.
Dia pun tak ingin gegabah dalam melakukan pemeriksaan berkas dugaan pungli yang dilakukan Lurah Abdul Hamid, untuk itu JPU sebagai tim periksa harus teliti dan cermat, agar tidak terjadi kekeliruan dalam persidangan.
"Perbuatan itukan dihubungkan dengan alat bukti dan barang bukti," tegasnya.
Baca Juga: Satgas Polri Temukan Dugaan Pungli di Instansi BUMN
Sebelumnya, Sufari mengatakan setelah berkas dilimpahkan dari polisi nanti akan diperiksa terlebih dahulu tim Jaksa Penuntut Umum sebelum dinyatakan lengkap.
"Benar memang berkas tersangka AH sudah diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Depok dan sekarang berkas tengah diteliti terlebih dahulu oleh tim Jaksa Penuntut Umum, apakah Berkas sudah lengkap atau belum," kata Sufari saat di Kajaksaan Negeri Depok, Kamis (21/3/2019).
Dia melanjutkan, tim JPU menyatakan berkas lengkap maka pihaknya akan membuat materi dakwaan untuk selanjutnya di serahkan ke Pengadilan. Tetapi jika belum lengkap, berkas akan dikembalikan ke penyidik Polres Depok.
Diketahui, penyidik Tipikor Polresta Depok akhirnya menetapkan Lurah Kalibaru berinisial AH, (50) menjadi tersangka setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Tim Saber Pungli Polresta Depok Kamis, 14 Februari 2019.
Kapolres Depok Kombes Didik Sugiarto menyebut bahwa sewaktu menjabat, oknum lurah tersebut menyalahi wewenang dengan cara mematok harga kepada masyarakat agar Akte Jual Beli (AJB) dapat ditandatangani oleh lurah sebagai saksi penjualan.
"Jadi yang dilakukan oknum lurah yaitu meminta biaya yang tidak sesuai dengan ketentuan ketika masyarakat mengurus atau meminta tanda tangan lurah sebagai saksi pada AJB," tuturnya.
Pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang, Didik menjelaskan dalam ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2016, bahwa PPAT dan PPATS dan saksi biayanya tidak boleh melebihi 1%, namun dalam peristiwa ini lurah AH menarget biaya 3% untuk dirinya sendiri.
"Ya untuk dia menandatangani saksi di dalam AJB ini jadi bentuknya sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah tentang pejabat pembuat akte tanah.
Jadi di dalam ketentuan PP nomor 24 tahun 2016 bahwa PPAT kemudian PPATS dan saksi biayanya tidak boleh melebih 1 persen," imbunya.
Dari perbuatan tersangka, penyidik tipikor Polresta Depok menetapkan lurah Kalibaru berinisial AH sebagai tersangka dan menjeratnya dengan pasal 12e, UU nomor 20 tahun 2001, sebagaimana perubahan dari UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
"Ada Akte Jual Beli (AJB) yang kita amani, uang sebesar 5 juta. Ada dokumen dokumen yang saat ini sebagai barang bukti di dalam perkara," katanya..
(Edi Hidayat)