Perusahaan pencetak surat suara dan penyedia logistik pendukung memiliki tanggung jawab untuk mendistribusikannya ke KPU daerah.
Dari kabupaten/kota, perlengkapan mencoblos itu dikirim ke kecamatan, paling lambat 12 April mendatang dengan dibantu polisi dan tentara.
Setelahnya, logistik dikirimkan hingga tempat pemungutan suara.
Potensi kecurangan kian mengancam?
Pemilu presiden dan pemilu legislatif yang digelar bersamaan, ditambah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang rekapitulasi daftar pemilih, berpotensi membuat kecurangan pemilu kian mengancam.
Putusan MK ini secara khusus terkait dengan penambahan waktu penghitungan suara yang dianggap akan berpengaruh terhadap pihak lain.
Dalam amar putusannya, MK menambah waktu penghitungan suara yang semula satu hari menjadi satu hari plus 12 jam. Pada pemilu sebelumnya, usai penutupan TPS pada pukul 13.00 WIB, maka surat suara langsung dihitung dan dikirim pada hari yang sama.
Selain itu, dokumen rekapitulasi suara yang disebut C1, hanya akan diletakkan pada kotak suara pilpre. Dengan demikian, petugas TPS hanya perlu membuka satu kotak suara, bukannya kelima kotak suara.
Veri Junaidi dari Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif mengatakan bagi daerah-daerah terpencil di Papua dan Sulawesi, khususnya di wilayah kepulauan dengan geografis yang sulit, itu merupakan "daerah yang paling rawan".
"Papua misalnya, dari TPS ke distrik itu pasti rawan. Dari distrik ke kabupaten itu membutuhkan jarak yang cukup jauh, kalau dibawa dengan pesawat, pasti tidak semua orang bisa akses di dalan pesawat, tapi saksi partai, saksi kandidat apakah dia bisa mengawasi proses perpindahan, ini yang agak mengkhawatirkan untuk geografis yang sangat sulit.
Dia menambahkan pemilu serentak membuat antusiasme masyarakat tersita oleh pemilu presiden, membuat pemilihan legislatif diabaikan. Dampaknya adalah potensi manipulasi terhadap hasil pemilu legislatif, baik di kabupaten kota dan provinsi, sangat mungkin.
"Penghitungannya bisa sampai tengah malam, pengawasan minim, semua pihak sudah begitu kelelahan, nah di sinilah potensi manipulasi suara, jual beli suara akan sangat mungkin terjadi."
Penguatan terhadap saksi, baik saksi parpol maupun pengawas TPS harus diperkuat, kata Veri. Penyelenggara pemilu pun harus cermat dan menjaga integritasnya.
"Ini karena akan panjang proses rekapnya, sampai tengah malam, bahkan bisa lebih dari tengah malam, karena itu orang bisa sangat kelelahan, salah menghitung dengan jumlah partai dan caleg yang begitu besar, di sinilah potensi manipulasi akan terjadi," ujar Veri.
Betapapun, menurut Veri, manipulasi hasil pemilu itu tidak mungkin dilakukan oleh caleg sendiri, namun melibatkan penyelenggara pemilu.
"Oleh karena itu netralitas dan integritas penyelenggara pemilu mesti menjadi perhatian betul dari penyelenggara pemilu," kata Veri.
(Fakhri Rezy)