Itu karena menurutnya, Airlangga menjadi ketua umum dikala Golkar sedang diterpa badai. Bahkan beberapa lembaga survei menilai elektabilitas Golkar hanya 6-7%.
“Maka keberhasilan perolehan peringkat kedua setelah PDIP dengan jumlah 85 kursi atau berada di kisaran 14,78%, seharusnya lebih fair dan jernih dalam menilai bahwa itu merupakan prestasi, mengingat pencapaian itu sudah jauh melewati penilaian lembaga-lembaga survei,” ujarnya.
Kedua, kata Happy, pertama kali dalam sejarah Golkar pasca-Reformasi berhasil mengusung capres dan wapres menjadi pemenang pemilu di bawah kepemimpinan Airlangga.
Ketiga, pencapaian Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga itu menunjukkan semangat kerja kader dan mesin partai yang solid dan efektif, bahkan ditengah kondisi partai yang beberapa tokohnya di level nasional dan daerah tertimpa berbagai kasus hukum dengan KPK.