Menelusuri Jejak Rohana Kudus, Sang Jurnalis dan Pahlawan untuk Perempuan

Rus Akbar, Jurnalis
Minggu 11 Agustus 2019 07:00 WIB
Rohana Kudus (Foto: Ist)
Share :

Bangunannya saat ini masih bangunan peninggalan Rohana Kudus, hanya bagian belakang saja ditambah termasuk lantai dua yang dijadikan museum. “Sejak dulu kayak gini hanya renovasi kecil-kecilan tapi kalau untuk seluruh bangunan tidak ada, bocor diperbaiki tidak merubah arsitektur bangunan,” ungkap Yusna.

Suatu gebrakan yang luar biasa bagi perempuan Minangkabau di jaman itu. Tak hanya pintar belajar dan mengajar keterampilan, Rohana juga ahli dalam bidang sastra. Beliau senang menulis puisi, dan keahlian berbahasa Belanda nya pun tak perlu diragukan lagi.

Atas berbagai talenta dan perjuangannya dalam memajukan kaum perempuan, Rohana pun mulai dikenal pada sebuah surat kabar terkemuka dan dikatakan sebagai Perintis Pendidikan Perempuan Pertama di Sumatera Barat.

Pada tanggal 10 Juli 1912, Rohana membuat sebuah gebrakan baru dengan mengasuh surat kabar yang ditawarkan Datuk Sutan Maharadja bernama Soenting Melajoe atau dibaca Sunting Melayu’, dimana mulai dari pemimpin redaksi, redaktur, dan penulisnya seluruhnya perempuan saat itu Rohana bekerja di Koto Gadang dan terbit pada 10 Juli 1912 diterbitkan dekali delapan hari di Padang.

“Dengan membaca tulisan Rohana yang dimuat di Soenting Melajoe kita dapat menangkap bahwa semuanya adalah bertujuan untuk kemajuan kaum perempuan, untuk menambah ilmu dan pengetahuan mereka dan mendorong kaum perempuan supaya mandiri dengan memiliki kepandaian dan keterampilang,” tulis Mestika Zed, Guru Besar Sejarah, Universitas Negeri Padang (UNP).

Pada tahun 1921-1924 Rohana pindah ke Medan dan mengundurkan diri dari Soenting Melajoe, namun sampai di Medan dia mengajar di Sekolah Darma dan menjadi Redaktur surat kabar Perempoen Bergerak.

Lalu empat tahun merantau di Medan dan Lubuk Pakam Rohana ke Koto Gadang dan menjadi redaktur Surat Kabar Radio yang diterbitkan oleh Tionghoa-Melayu di Padang. Selain itu dia juga menjadi redaktur Surat Kabar Cahaya Sumatera.

“Jika dihitung dari awal kariernya sebagai redaktur Soenting Melajoe (1912) sampai akhir kekuasaan Belanda 1942 berarti lebih kurang 30 tahun (1912-1942) ia bertungkus lumus dengan karir jurnalistik. Dengan demikian, jelaslah Ruhana adalah wartawan perempuan yang paling lama menjalni profesi dalam era sebelum kemerdekaan,” tulis Mestika Zed.

Atas jasa-jasanya Rohana Kudus pun mendapat penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia, Perintis Pers Indonesia, dan Bintang Jasa Utama. Rohana Kudus wafat di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1972. Kini di Koto Gadang ada rumah Rohana Kudus yang sudah direhab oleh Pemerintah Kabupaten Agam, rumah itu berupa rumah panggung yang terletak disela-sela rumah yang dijamanya.(kha)

(Fiddy Anggriawan )

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya