INDIANAPOLIS - Seorang dokter kulit hitam di Indianapolis meninggal akibat Covid-19 beberapa minggu setelah dia menuduh seorang dokter menolak perawatan medis yang tepat karena masalah ras.
Melalui video dari tempat tidurnya di rumah sakit Indiana University Hospital North, Susan Moore mengatakan dia harus “mengemis” untuk mendapatkan perawatan.
Dr Moore dinyatakan positif Covid-19 pada 29 November dan dirawat karena demam tinggi, batuk darah dan kesulitan bernapas.
Dia sempat memposting apa yang terjadi di Facebook pada 4 Desember lalu. Dia menuliskan bagaimana sedih dan sakit hatinya diremehkan oleh dokter, yang katanya berkulit putih, meskipun dia menangis dan kesulitan bernapas.
“Dia bahkan tidak mendengarkan paru-paru saya, dia tidak menyentuh saya dengan cara apa pun. Dia tidak melakukan pemeriksaan fisik. Saya mengatakan kepadanya bahwa Anda tidak dapat memberi tahu saya bagaimana perasaan saya,” tulisnya, dikutip BBC.
(Baca juga: Istrinya "Boneka Seks" Rusak, Binaragawan Ini Bersedih Hati)
Bahkan sebagai seorang dokter, dia mengatakan telah berjuang keras untuk mendapatkan perawatan.
Dr Moore mengatakan dia harus memohon dosis antiviral Remdesivir dan meminta pemindaian dadanya. Dia menjelaskan pada satu titik, dokter memberi tahu dia bahwa dia tidak memenuhi syarat untuk obat tersebut dan dia harus pulang.
“Dia membuatku merasa seperti pecandu narkoba,” kata Dr Moore di video di Facebook.
Dan dia tahu saya adalah seorang dokter. Saya tidak mengonsumsi narkotika. Saya sakit hati,” terangnya.
Dr Moore menulis dia telah meminta seorang advokat medis dan meminta untuk dipindahkan ke tempat lain. Dia akhirnya dipulangkan tetapi harus kembali beberapa jam kemudian setelah mengalami penurunan tekanan darah dan demam.
“Beginilah orang kulit hitam terbunuh,” jelasnya.
“Ketika Anda mengirim mereka pulang dan mereka tidak tahu bagaimana berjuang untuk diri mereka sendiri,” ungkapnya.
Status terbarnya di Facebook sempat mengatakan jika petugas medis rumah sakit mengatakan staf akan menerima pelatihan keragaman. Tapi janji permintaan maaf dari dokter yang dituduhnya melakukan diskriminasi itu tidak dilakukan.
“Saya mengedepankan dan saya pertahankan masalah ini, jika saya berkulit putih, saya tidak harus melalui itu,” katanya.
Dr Moore, 52, pun akhirnya meninggal di rumah sakit lokal lain pada hari Minggu (20/12).
Menurut halaman GoFundMe yang disiapkan untuk membantu menutupi pengeluaran keluarga, Dr Moore meninggalkan putranya yang berusia 19 tahun, Henry, dan orang tuanya, yang menderita demensia.
Halaman tersebut telah mengumpulkan donasi lebih dari USD102.000 (Rp1,4 miliar).
Sementara itu, pihak rumah sakit mengatakan pihaknya menanggapi tuduhan diskriminasi dengan sangat serius tetapi tidak dapat mengomentari kasus tersebut.
Melalui pernyataan, rumah sakit mengatakan sebagai sebuah organisasi yang berkomitmen untuk kesetaraan dan mengurangi perbedaan ras dalam perawatan kesehatan, pihaknya menangani tuduhan diskriminasi dengan sangat serius dan menyelidiki setiap tuduhan.
“Kami mendukung komitmen dan keahlian perawat kami dan kualitas perawatan yang diberikan kepada pasien kami setiap hari,” jelasnya.
Pengalaman dan kematian Dr Moore telah memicu protes atas perbedaan perawatan kesehatan di Amerika Serikat (AS) yang dihadapi oleh orang kulit hitam.
Penelitian menunjukkan orang kulit hitam berisiko lebih besar terkena Covid-19 daripada orang kulit putih.
Virus itu secara tidak proporsional memengaruhi komunitas kulit hitam dan minoritas lainnya di AS. Orang kulit hitam Amerika tiga kali lebih mungkin meninggal karena virus daripada orang kulit putih Amerika.
Brookings Institution melaporkan dalam setiap kategori usia, orang kulit hitam meninggal karena Covid-19 pada tingkat yang kira-kira sama dengan orang kulit putih yang lebih dari satu dekade lebih tua.
(Susi Susanti)