Terkairt hal ini, seorang juru bicara Fed New York menolak berkomentar tentang pemegang rekening tertentu. Departemen Keuangan AS juga menolak berkomentar. Departemen Luar Negeri AS menolak mengomentari hal ini.
Sebelumnya Biden mengatakan AS mengambil langkah-langkah untuk mencegah para jenderal "memiliki akses yang tidak semestinya" ke dana pemerintah Myanmar sebesar Rp14 triliun.
Pejabat AS tidak menjelaskan pernyataan tersebut pada saat itu. Tetapi perintah eksekutif yang dikeluarkan keesokan harinya secara khusus menyebutkan Bank Sentral Myanmar sebagai bagian dari pemerintah Myanmar. Perintah tersebut mengizinkan penyitaan aset pemerintah pasca kudeta Myanmar.
Dua sumber mengatakan kepada Reuters jika perintah eksekutif itu dirancang untuk memberi The Fed New York otoritas hukum untuk memegang USD1 miliar (Rp14 triliun) uang cadangan Myanmar tanpa batas waktu.
Uang cadangan Myanmar akan dikelola oleh bagian dari Fed New York yang dikenal sebagai Bank Sentral dan Layanan Akun Internasional (CBIAS). Bank sentral diketahui menyimpan cadangan dolar AS untuk tujuan seperti menyelesaikan transaksi.
Menurut panduan kepatuhan Bank Sentral dan Layanan Akun Internasional (CBIAS), yang dipublikasikan pada tahun 2016, pedoman Fed New York mencakup ketentuan untuk menanggapi perkembangan di negara-negara pemegang rekening.
"Jika perlu departemen hukum bank akan berkomunikasi dengan Departemen Luar Negeri AS untuk mengklarifikasi peristiwa terkini dan setiap perubahan yang dapat memengaruhi bank sentral dan kontrol terkait akun FRBNY,” bunyi pandua tersbeut.
Diketahui, AS, Kanada, Uni Eropa, dan Inggris telah mengeluarkan sanksi baru setelah kudeta dan tindakan keras militer yang mematikan terhadap para demonstran. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan sedikitnya 54 orang telah tewas sejak kudeta. Lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan.
(Susi Susanti)