Buku ini secara detail juga membahas bagaimana pola komunikasi intelijen secara vertikal dan horizontal. Di dalam tugas-tugas intelijen, pihak yang diajak berkomunikasi tidak hanya rekan kerja dalam satu korps, tetapi juga pihak dari lembaga atau intitusi intelijen lain seperti BAIS TNI, BIN, Intelijen Kejaksaan, dan intelijen dari Kementrian/Lembaga lainnya.
Selain itu komunikasi juga harus dilakukan kepada organisasi non pemerintah dan masyarakat. Penulis juga menyinggung tentang komunikasi formal (hal 149) dan komunikasi infomal (164), termasuk di antaranya tentang distorsi hilangnya komunikasi (hal 157) dan standar disasikriptografi (hal 158) untuk keamanan informasi.
Di tengah dinamika ancaman yang semakin kompleks dan menuntut adanya kolaborasi antarpihak untuk menghasilkan kinerja yang maksimal, komunikasi dalam kinerja intelijen keamanan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pada kasus paling aktual, misalnya masalah keamanan di Papua, terdapat banyak satuan intelijen yang bertugas dalam satu wilayah. Jika tidak terjadi komunikasi yang baik maka potensi gesekan antarsatuan di lapangan sangat mungkin terjadi.
Kolaborasi kerja dalam intelijen keamanan sangat memerlukan pola komunikasi yang tepat. Maka, bukan hal yang berlebihan jika buku “Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan” ini direkomendasikan untuk dibaca dan dipahami oleh seluruh unsure intelijen di Indonesia.
Stanislaus Riyanta,
Alumnus S2 Kajian Stratejik Intelijen UI,
saat ini sedang menyelesaikan studi doctoral di Fakultas Ilmu Administrasi UI.
(Awaludin)