Sebagai anggota parlemen, dia dengan cepat menarik perhatian pemimpin partai Antti Rinne dan menjadi wakilnya.
Pada musim dingin 2018-19, Rinne jatuh sakit radang paru-paru dan didiagnosis menderita trombosis koroner, yang berarti dia absen saat partainya bersiap untuk kampanye pemilihan.
Ini adalah kesempatan bagi Marin, yang saat itu masih menjadi anggota parlemen periode pertama, untuk bersinar di pucuk pimpinan. Namun tak berapa lama kemudian Rinne kembali dari cuti sakit untuk memimpin partainya menuju kemenangan.
Marin diangkat menjadi menteri transportasi dan komunikasi di pemerintahan baru. Jalur ke pucuk pimpinan pun semakin lancar ketika PM kala itu mengundurkan akibat perselisihan atas penanganan pemogokan dalam beberapa bulan setelah menjabat.
Marin yang menang tipis suara di partai berhasil menggantikannya. "Saya tidak pernah memikirkan usia atau jenis kelamin saya. Saya memikirkan alasan saya terjun ke politik dan hal-hal yang membuat kami mendapat kepercayaan dari para pemilih," katanya kepada wartawan setelah terpilih sebagai PM.
Dia seolah ingin menegaskan jika statusnya sebagai seorang istri dan ibu dari seorang balita tidak menjadi masalah untuk jabatannya.
Tak berapa lama setelah menjabat, Marin langsung dihadapkan dengan masalah Covid-19. Finlandia bernasib lebih baik daripada sebagian besar sekutu Eropanya, mencatat sekitar 196.000 kasus dan 1.384 kematian dalam 21 bulan pertama pandemi.