Kepergian Ratu Elizabeth II, Opsi Referendum Negara Persemakmuran Inggris Menyeruak

Susi Susanti, Jurnalis
Selasa 13 September 2022 14:15 WIB
Raja Charles menghadiri pemakaman sang ibunda Ratu Elizabeth II (Foto: AP/picture alliance)
Share :

LONDON - Ratu Elizabeth II telah menjadi sosok yang mempersatukan Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara. Meninggalnya Ratu Elizabeth II memberikan momentum baru bagi Skotlandia untuk mendorong referendum dan pemisahan diri dari pengaruh Istana Buckingham.

Namun, kepergian Elizabeth II di Skotlandia menghadirkan nuansa tersendiri. Termasuk munculnya berbagai informasi tentang kemungkinan beberapa negara anggota persemakmuran Inggris untuk melakukan referendum.

Sejarawan Skotlandia, Tom Devine, menyebut momen ini sebagai sebuah "kebetulan luar biasa" jika sang Ratu meninggal di Skotlandia. Ia menyebut "adalah mungkin bagi dunia untuk melihat hubungan antara ratu dan negara ini."

Dikutip DW, sejauh ini hanya ada protes kecil oleh demonstran anti-monarki. Connor Beaton, 26, yang mengenakan t-shirt dengan tulisan "Skotlandia versi lain memungkinkan" menyebut kepergian Elizabeth II sebagai momentum bagi Skotandia.

Baca juga: Polisi Skotlandia Tangkap 3 Orang Usai Protes Iring-iringan Peti Mati Ratu Elizabeth II dan Ejek Pangeran Andrew

Pengunjuk rasa lain mengangkat spanduk bertuliskan: "Republik Sekarang", dan "Republik Kami untuk Masa Depan Demokratis". Selain itu, polisi menangkap seorang perempuan setelah dia mengangkat tulisan tangan bertuliskan: "Persetan Imperialisme. Hapuskan monarki".

Baca juga:  Pelayat Kemungkinan Harus Antre Berjam-jam untuk Beri Penghormatan pada Ratu Elizabeth II

Raja Charles III telah bergerak cepat untuk menekankan bahwa ia akan menjadi raja untuk seluruh Inggris. Ia melakukan tur nasional selama hari-hari pertamanya bertakhta. Dia berada di Skotlandia pada Senin (12/9/2022) dan berencana untuk mengunjungi Irlandia Utara dan Wales akhir minggu ini, menghadiri upacara peringatan di Belfast dan Cardiff.

Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara semuanya adalah bagian dari Britania Raya tetapi memiliki sejarah yang berbeda dan ikatan yang kompleks dengan Inggris, yang mendominasi Inggris baik dalam populasi maupun politik.

Di sisi lain, beberapa kelompok nasionalis dari Wales menolak pemberian gelar "Prince of Wales” kepada William sebagai suksesor selanjutnya. Gelar "Prince of Wales” sendiri pertama kali muncul pada abad ke-14 setelah penaklukan Wales oleh Inggris.

Sementara di Irlandia Utara, perpecahan di tengah masyarakat yang menilai diri mereka sebagai bangsa Inggris dan bangsa Irlandia telah memicu konflik panjang selama puluhan tahun.

Bukan hanya di internal Britania Raya, dorongan untuk referendum dan menjadi republik juga muncul di Australia. Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese dikenal sebagai salah satu tokoh yang mendukung persemakmuran Inggris itu untuk menjadi republik. Ia juga telah menunjuk jabatan baru yakni Asisten Menteri Untuk Republik. Meski Albanese menyebut saat ini bukan waktu yang tepat untuk sebuah opsi referendum.

Pemerintah Partai Buruh kiri-tengah Australia menginginkan seorang presiden Australia untuk menggantikan raja Inggris sebagai kepala negara. Kematian Ratu Elizabeth II minggu lalu setelah 70 tahun memerintah dipandang oleh banyak orang sebagai peluang ideal untuk perubahan.

Menanggapi dorongan untuk referendum, sejumlah anggota parlemen di negara bagian Australia berjanji akan setia kepada Raja Charles III pada Selasa (13/9/2022). Para politisi menggarisbawahi kuatnya hubungan konstitusi antara negara itu dengan monarki.

Profesor Hukum Universitas Adelaide, Greg Taylor, mengatakan potensi negara bagian untuk menolak mengakhiri hubungan mereka dengan raja bukanlah alasan bagi Australia untuk tidak mengadakan referendum kedua untuk menjadi republik. Opsi bahwa negara-negara bagian di Australia untuk memiliki hubungan dengan monarki di tengah bentuk pemerintahan republik Ia nilai sebagai sebuah keniscayaan.

Dia mengatakan Kekaisaran Jerman dari tahun 1871 hingga 1918 adalah contoh koalisi monarki dan republik. "Jadi hal seperti itu mungkin. Saya pikir secara pribadi itu akan agak aneh,” ungkap Taylor, mengacu pada kemungkinan monarki negara bagian yang tersisa di republik Australia.

Sementara itu, PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan pada Senin (12/9/2022) bahwa pemerintahnya tidak akan mengejar langkah apa pun untuk mengubah negara itu menjadi republik setelah kematian Ratu Elizabeth II.

Ardern mengatakan opsi Selandia Baru untuk menjadi republik mungkin saja terjadi. Namun ia menilai ada prioritas yang lebih mendesak untuk dilakukan pemerintahannya.

"Ada perdebatan, mungkin selama beberapa tahun,” terangnya.

"Ini tentang kecepatannya, dan seberapa luas perdebatan itu terjadi. Saya telah membuat pandangan saya jelas berkali-kali. Saya percaya di situlah Selandia Baru akan menuju, pada waktunya. Saya percaya itu mungkin terjadi dalam hidup saya," lanjutnya.

Di bawah sistem saat ini, raja Inggris adalah kepala negara Selandia Baru, diwakili di Selandia Baru oleh seorang gubernur jenderal. Peran gubernur jenderal hari ini dianggap terutama seremonial.

Namun, banyak orang berpendapat bahwa Selandia Baru tidak akan sepenuhnya keluar dari bayang-bayang masa lalu penjajahnya dan menjadi negara yang benar-benar merdeka sampai menjadi republik.

Persemakmuran Inggris di wilayah Karibia, Antigua dan Barbuda berencana untuk menggelar referendum untuk menjadi republik dalam tiga tahun ke depan. Perdana menteri negara Karibia itu mengatakan kepada media Inggris, Sabtu (11/9/2022), ini akan menjadi sebuah langkah yang dapat membuat Raja Charles III digulingkan sebagai kepala negaranya.

"Ini adalah masalah yang harus dibawa ke referendum ... dalam, mungkin, tiga tahun ke depan," kata PM Gaston Browne kepada ITV News tak lama setelah upacara pengukuhan Charles III sebagai Raja negara itu.

Antigua dan Barbuda merdeka dari Inggris pada tahun 1981, adalah salah satu dari 14 anggota Persemakmuran yang menempatkan raja Inggris sebagai kepala negara.

Brown mengatakan menjadi republik adalah "langkah terakhir untuk menyelesaikan lingkaran kemerdekaan guna memastikan kita benar-benar bangsa yang berdaulat," tetapi menekankan referendum "bukan tindakan permusuhan" dan tidak akan melibatkan berhentinya negara itu dari keanggotaan Persemakmuran Inggris.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya