Kenali Perbedaan Judicial Review MA dan MK dalam Hukum

Talia Kallista, Jurnalis
Selasa 29 November 2022 17:24 WIB
Ilustrasi/Unsplash
Share :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Dari hierarki tersebut, dapat dilihat bahwa UUD 1945 berada di paling atas sebagai konstitusi negara Indonesia.

Hal ini berarti semua peraturan dan regulasi yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.

Semua peraturan perundang-undangan yang ada di bawah juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya.

Contohnya Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang. Namun, seandainya terjadi sebuah penyelewengan terhadap hierarki ini, maka dapat dilakukan judicial review.

Judicial review adalah pengujian materi suatu peraturan perundang-undangan yang, di Indonesia, dilakukan oleh dua lembaga yudikatif, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua lembaga sama-sama menguji isi dari sebuah peraturan perundang-undangan, namun hal yang membedakan adalah acuan MA dan MK dalam menguji peraturan tersebut. Bagi MA, wewenang ini dicantumkan dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”

Judicial review yang dilakukan oleh MA juga lebih dikenal dengan sebutan “uji materiil.” Kemudian, bagi MK, wewenang ini diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

Dari kedua ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa MA berwenang untuk melakukan judicial review semua peraturan perundang-undangan yang berada di bawah UU dalam hierarki yang tercantum dalam Pasal 7 UU Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan terhadap UU.

Di sisi lain, MK berwenang untuk melakukan judicial review UU terhadap konstitusi negara Indonesia, yaitu UUD 1945.

Perbedaan selanjutnya berkaitan dengan siapa yang dapat menyampaikan permohonan judicial review kepada MA dan MK. Bagi MA, hal ini diatur dalam Pasal 1 angka (11) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Dalam pasal ini, disebutkan bahwa yang dapat memohon uji materiil kepada MA adalah: perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, dan badan hukum publik ataupun privat. Sedangkan bagi MK, diatur dalam Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) bahwa yang dapat memohon judicial review kepada MK adalah: perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, badan hukum publik ataupun privat, dan lembaga negara.

Dengan kata lain, pemohon MA dan MK sama, hanya saja ketika memohon judicial review kepada MK, lembaga negara juga dapat menjadi pemohon.

Perbedaan lainnya berkaitan dengan proses persidangan judicial review itu sendiri.

Permohonan judicial review kepada MA dapat disampaikan oleh pemohon secara langsung maupun melalui Pengadilan Negeri domisilinya (Pasal 2 ayat (1) Perma Hak Uji Materiil).

Di sisi lain, permohonan kepada MK disampaikan secara langsung kepada MK, baik oleh sang pemohon maupun diwakili oleh kuasa hukumnya (Pasal 29 ayat (1) UU MK).

Dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, persidangan judicial review yang dilakukan MK bersifat terbuka, sedangkan persidangan MA bersifat tertutup.

Bagi MK, hal ini diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi: “Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.”

Keterbukaan ini memberikan kesempatan bagi pemohon judicial review untuk secara langsung didengar dan memberikan bukti-bukti yang mendukung validitas permohonannya.

Sedangkan dalam uji materiil MA, pemohon tidak dapat secara aktif berpartisipasi dalam proses persidangan. Pemohon hanya akan diberikan salinan putusan MA secara tertulis, baik secara langsung maupun melalui Pengadilan Negeri di mana pemohon mengajukan permohonan uji materiil tersebut (Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil).

Untuk memperjelas perbedaan antara judicial review MA dan MK, dapat disimak di bawah berikut ini:

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya